Materi Admpemda
(minggu 4)
KARAKTERISTIK PEMERINTAHAN DAERAH DI BERBAGAI NEGARA
Oleh: Eko Supeno
Bahan bacaan:
1. C. Bryant & L.G. White, Manajemen Pembangunan untuk Negara Sedang Berkembang, Jakarta: LP3ES, 1990
2. Kartiko Purnomo, Administrasi Pemerintahan Daerah II, Jakarta: Modul UT, 1995
3. Josef Riwu Kaho, Prospek Otonomi Daerah di Negara RI, Jakarta: Raja Grafino Persada, 2001
4. Sarundajang, Pemerintahan Daerah di Berbagai Negara, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2001
5. Analiis CSIS, Otonomi Daerah Penyelesaian atau Masalah, No. 1 tahun XXIX/2000
6. Syaukani, Afan Gafar, dan Ryas Rasyid, Otonomi Daerah Dalam Negara Kesatuan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar: 2002
Peraturan Perundangan
7. UU No. 5/1974, UU No. 22/1999, dan UU No. 25/1999
8. PP No. 25/2000, PP No. 84/2000, PP No. 104/2000, PP No. 105/2000, PP No. 106/2000, PP No. 107/2000 dan PP No. 108/2000
Senin, 25 Oktober 2010
materi 3
Materi Admpemda
(minggu 3)
BAB II
PERKEMBANGAN PEMERINTAHAN DAERAH DI INDONESIA DAN BEBERAPA NEGARA LAINNYA
PENDAHULUAN
Penyelenggaraan pemerintahan daerah di Indonesia memiliki sejarah cukup panjang. Di mulai dari masa pemerintahan kolonial Belanda, pendudukan Jepang, pasca Kemerdekaan, era Orde Baru, reformasi, hingga sekarang, mengalami berbagi perubahan kebijakan terhadap keluasan jumlah urusan dan kewenangan yang dimiliki. Topik inilah yang akan menjadi bagian topik pertama dalam bab ini. Sebagai bahan perbandingan dalam bab ini juga dikupas berbagai model penyelengaaran pemerintahan daerah di berbagai negara di belahan dunia lannya.
Materi (3)
PERKEMBANGAN PEMERINTAHAN DAERAH DI INDONESIA
Sejarah perkembangan pemerintahan daerah atau pemerintahan lokal di Indonesia dapat dilihat dari massa pendudukan pemerintah Belanda atau kolonialisme, pasca kemerdekaan, orde lama, orde baru, hingga era reformasi.
Massa pemerintahan Hindia Belanda
Pembentukan pemerintahan daerah dianut dengan dua cara, yaitu:
1. daerah tidak langsung, yaitu darah yang tidak langsung diperintah oleh pemerintah hindia Belanda. Daerah-daerah ini berbentuk pemerintahan kerajaan/kesultanan yang sudah ada atau dikenal dengan istilah daerah swapraja; missal: Kesultanan Jogyakarta, Kasunanan surakarta, dan daerah kerajaan lainnya.
Untuk mengawasi penyelenggarakan pemerintahan daerah tidak langsung ini, pemerintahan Hindia Belanda dengan menempatkan pejabat pengawas seperti assisten residen atau controleur, resident, hingga gubenur.
2. daerah langsung, yaitu daerah yang langsung diperintah oleh pemerintah Hindia Belanda, dikenal dengan istilah pemerintahan pangreh praja (gewesten). Pemerintahan pangreh praja ini strukturnya berbeda antara yang ada di Jawa dengan yang di luar Jawa;
JAWA
LUAR JAWA
Gubenur
(propinsi) Gubenur
(propinsi)
Residen
(karesidenan) Residen
(karesinenan)
Ass. Residen
(resenschap/ setingkat Kabupaten untuk pemerintahan daerah tidak langsung) Ass. Residen
Wedana
(kawedanan/district) Kontrolir/controleur
Camat
(kecamatan/onderdistrict) Demang
(kademanangan)
Desa
Camat
(kecamatan/onderdistrict)
Marga/kuria/nagari
perbedaan antara struktur antara pemerintahan kolonial dengan pemerintah lokal yaitu;
a) Pemerintahan kolonial; Gubenur Jenderal, Gubenur, Residen, Ass. Residen, Kontrolir, dan seterusnya yang kemudian dijabat oleh pribumi.
b) Pemerintahan lokal; Kesultanan/Kasunanan, Bupati, Wedono, Ass. Wedono, dan seterusnya.
Satu hal yang sangat menonjol dalam massa pemerintahan colonial adalah kecenderungan sentralisasi kekuasaan pada pusat pemerintahan, dan pola penyelenggaraan pemerintahan daerah yang bertingkat. Hal ini yang kemudian diwarisi oleh pemerintahan Indonesia dengan variasi istilah dan kewenangan dari waktu ke waktu.
Peraturan perundangan yang mengatur tentang desentralisasi atau pemerintah lokal yang pernah dibuat pemerintah hindia Belanda adalah
o Decentralisatiewet pada tahun 1903 (Staatsblaad No. 329 1903) yang memberi peluang diselenggarakannya satuan pemerintahan (gewest) yang mempunyai keuangan sendiri. Penyelenggaraan pemerintahan diserahkan pada sebuah “Raad” atau “dewan” di masing-masing daerah.
o Decentralisatiewet kemudian diperkuat dengan Decentralisatiebesluit (stb. 137/1905) dan Locale Radenordonantie (stb. 181/1905) yang menjadi dasar terbentuknya Locale Ressort dan Locale Raad. Meskipun demikian pemerintahan daerah ini hampir tidak mempunyai kewenangan.
o Pada tahun 1922 pemerintahan Hindia Belanda mengeluarkan sebuah UU baru yaitu wet op de Bestuurshervormin (stb. 216/1922) yang kemudian dibentuk provincie, regentschap, stadsgemeente, dan groepmeneenschap yang semuanya menggantikan locale resort. Pembentukan sejumlah daerah dilakukan dengan mengeluarkan ordonantie; seperti ordonantie provincie java-madura, provincie west java, dsb.
Pemerintahan Bala Tentara Jepang
Konsekuensi terlibatnya Jepang dalam perang dunia II, membawa perubahan yang signifikan terhadap kekuasaan kolonialisme di Negara-negara kawasan Asia khususnya Asia Timur. Pemerintah kolonial Inggris di Birma dan Malaya, Amerika serikat di Philipina, serta Belanda di Hindia Belanda (Indonesia) semuanya ditaklukkan oleh Bala Tentara Jepang.
Meskipun relatif singkat kekuasaan Bala Tentara Jepang di Hindia Belanda, akan tetapi cukup membawa perubahan yang fundamental terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah. Hindia Belanda dibagi menjadi tiga wilayah kekuasaan militer, yaitu: Sumatera yang berkedudukan di Bukittinggi dibawah kekuasaan militer angkatan darat, etrmasuk wilayah Jawa dan Madura yang berpusat di Jakarta. Sedang wilayah ketiga seperti sulawesi, Kalimantan, sunda Kecil, dan Maluku dikuasai oleh angkatan Laut.
Pihak penguasa militer Jawa mengeluarkan UU (Osamu sirei) No. 27 tahun 1942 yang mengatur penyelenggaraan pemerintahan daerah. Dalam OS tersebut jawa dibagi dalam beberapa Syuu (dikepalai oleh syuutyookan), kemudian syuu terbagi atas Ken (dikepalai oleh Kentyoo), Ken dibagi dalam Si (dikepalai oleh Sityoo). Sebagai catatan pada massa pemerinatahn Bala tentara Jepang ini propinsi dihapuskan. Disamping itu ada wilayah khusus yang setingkat dengan Syuu yaitu Tokubetu Si (dikepalai oleh Tokubetu Sityoo).
Satuan wilayah terbagi dalam tingkatan;
Panglima Bala Tentara Jepang
Pejabat Militer Jepang
RESIDEN
BUPATI
WEDANA
ASISTEN WEDANA
LURAH/KEPALA DESA
RT/RW
Masa Kemerdekaan
UU No.1/1945
Nama Massa berlaku Wilayah berlaku Unsur pemda Pembagian daerah Penyelenggaraan pemda Ket.
Kedudukan Komite Nasional Daerah 23 Nov. 1945 s/d 10 juli 1948 Seluruh Indonesia KDH dan Komite Nasional Daerah (KND) kmd berubah menjadi BPRD bekas daerah karisidenan
Kabupaten
Kota Badan eksekutif (5) & KDH
KDH sebagai aparat pusat dan daerah Berdasar UUD 1945
Otonomi lebih luas dari masa pejjhan
Masa UU No. 22/1948
Nama Massa berlaku Wilayah berlaku Unsur pemda Pembagian daerah Penyelenggaraan pemda Ket.
Pemerintah Daerah 10 Juli 1948 s/d 17 Jan 1957 Massa UUD’ 45 seluruh Indonesia
Massa RIS hanya di negara bagian RI DPRD dan DPD (Dewan Pemerintah Daerah) Propinsi
Kabupaten/ Kota Besar
Desa /kota kecil DPD kiketuai KDH menyelenggarakan pemerintahan sehari hari
DPD bertanggung jawab ke DPRD
KDH aparat pusat & Daerah UU ini perwujudan demokrasi liberal
Otonomi dan Med Bewind
Masa UU No. 44/1950
Nama Massa berlaku Wilayah berlaku Unsur pemda Pembagian daerah Penyelenggaraan pemda Ket.
Pemerintahan Daerah-daerah Ind. Timur 15 Juni 1950 s/d 17 Agustus 1950 Di negara Indonesia tmur (13 daerah) DPRD dan DPD Daerah
Daerah bagian
Daerah anak bagian Sama dengan UU No. 22/1948 Berdasar KOnsitusi RIS
Masa UU No. 1/1957
Nama Massa berlaku Wilayah berlaku Unsur pemda Pembagian daerah Penyelenggaraan pemda Ket.
Popok-pokok Pemerintahan daerah 17 Januari 1957 s/d 1 september 1965 Seluruh wilayah Indonesia DPRD dan DPD Daerah Swatantra TK I
Daerah Swatantra Tk. II
Daerah Swatantra TK III DPD sbg eks. Diketuai KDH.
Angota DPD dipilih dan dari anggota DPRD.
KDH diangkat & diberhentikan DPRD.
KDH sbg aparat daerah Berdasar UUDS
Otonomi seluas-luasnya
Masa Penetapan Presiden No. 6/1959
Nama Massa berlaku Wilayah berlaku Unsur pemda Pembagian daerah Penyelenggaraan pemda Ket.
Pemerintah Daerah Kembali ke UUD 1945 DPRD GR dan KDH idem KDH sbg eks
KDH juga ketua DPRD GR
KDH sebagai aparat pusat dan daerah Perwujudan demokrasi terpimpim
Ada PP. No. 5/1960 ttg DRD GR
Masa UU No. 18/1965
Nama Massa berlaku Wilayah berlaku Unsur pemda Pembagian daerah Penyelenggaraan pemda Ket.
Pokok-pokok Pemerintahan Daerah 1 sept. 1965 s/d 23 juli 1974 Seluruh wilayah Indonesia DPRD dan KDH Propinsi &/ Kotaraya
Kabupaten &/Kotamadya sbg Dati II
Kecamatan &/ Kotapraja sbg Dati III KDH sbg eks.
KDH sbg apar pusat dan daerah
Dibentuk Sek. Daerah sbg penyelenggara adm. Tugas pemda Berdasar UUD 1945
Propinsi, Kabupaten dan Kecamatan sbg istilah otonomi
Masa UU No. 5/1974
Nama Massa berlaku Wilayah berlaku Unsur pemda Pembagian daerah Penyelenggaraan pemda Ket.
Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah 23 Juli 1974 s/d 7 Mei 1999 Seluruh Indonesia DPRD dan KDH Propinsi &/ Kotara, DKI Jakarta
Kabupaten &/ Kotamadaya Dati II KDH sbg eks.
KDH apar pusat dan DPRD
Pengangkatan KDH hak prerogratif presiden atas usulan DPRD Otonomi nyata dan bertanggung jawab
MASA UU NO 22/1999
Nama Massa berlaku Wilayah berlaku Unsur pemda Pembagian daerah Penyelenggaraan pemda Ket.
Pemerintahan di Daerah Era reformasi pasca tumbangnya ORBA Seluruh Indonesia DPRD dan KDH Propinsi &/ DKI Jakarta
Kabupaten &/ Kota KDH sbg eks.
KDH aparat daerah, dipilih dan bertanggung jawab pada DPRD
KDH dilantik oleh Presiden Otonomi luas
MASA UU NO 32/2004
Nama Massa berlaku Wilayah berlaku Unsur pemda Pembagian daerah Penyelenggaraan pemda Ket.
Pemerintahan di Daerah Seluruh Indonesia DPRD dan KDH Propinsi &/ DKI Jakarta
Kabupaten &/ Kota KDH sbg eks.
KDH aparat daerah, dipilih dan bertanggung jawab pada DPRD
KDH dilantik oleh Presiden Otonomi luas
Bahan bacaan:
1. C. Bryant & L.G. White, Manajemen Pembangunan untuk Negara Sedang Berkembang, Jakarta: LP3ES, 1990
2. Kartiko Purnomo, Administrasi Pemerintahan Daerah II, Jakarta: Modul UT, 1995
3. Josef Riwu Kaho, Prospek Otonomi Daerah di Negara RI, Jakarta: Raja Grafino Persada, 2001
4. Sarundajang, Pemerintahan Daerah di Berbagai Negara, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2001
5. Analiis CSIS, Otonomi Daerah Penyelesaian atau Masalah, No. 1 tahun XXIX/2000
6. Syaukani, Afan Gafar, dan Ryas Rasyid, Otonomi Daerah Dalam Negara Kesatuan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar: 2002
Peraturan Perundangan
7. UU No. 5/1974, UU No. 22/1999, dan UU No. 25/1999
8. PP No. 25/2000, PP No. 84/2000, PP No. 104/2000, PP No. 105/2000, PP No. 106/2000, PP No. 107/2000 dan PP No. 108/2000
(minggu 3)
BAB II
PERKEMBANGAN PEMERINTAHAN DAERAH DI INDONESIA DAN BEBERAPA NEGARA LAINNYA
PENDAHULUAN
Penyelenggaraan pemerintahan daerah di Indonesia memiliki sejarah cukup panjang. Di mulai dari masa pemerintahan kolonial Belanda, pendudukan Jepang, pasca Kemerdekaan, era Orde Baru, reformasi, hingga sekarang, mengalami berbagi perubahan kebijakan terhadap keluasan jumlah urusan dan kewenangan yang dimiliki. Topik inilah yang akan menjadi bagian topik pertama dalam bab ini. Sebagai bahan perbandingan dalam bab ini juga dikupas berbagai model penyelengaaran pemerintahan daerah di berbagai negara di belahan dunia lannya.
Materi (3)
PERKEMBANGAN PEMERINTAHAN DAERAH DI INDONESIA
Sejarah perkembangan pemerintahan daerah atau pemerintahan lokal di Indonesia dapat dilihat dari massa pendudukan pemerintah Belanda atau kolonialisme, pasca kemerdekaan, orde lama, orde baru, hingga era reformasi.
Massa pemerintahan Hindia Belanda
Pembentukan pemerintahan daerah dianut dengan dua cara, yaitu:
1. daerah tidak langsung, yaitu darah yang tidak langsung diperintah oleh pemerintah hindia Belanda. Daerah-daerah ini berbentuk pemerintahan kerajaan/kesultanan yang sudah ada atau dikenal dengan istilah daerah swapraja; missal: Kesultanan Jogyakarta, Kasunanan surakarta, dan daerah kerajaan lainnya.
Untuk mengawasi penyelenggarakan pemerintahan daerah tidak langsung ini, pemerintahan Hindia Belanda dengan menempatkan pejabat pengawas seperti assisten residen atau controleur, resident, hingga gubenur.
2. daerah langsung, yaitu daerah yang langsung diperintah oleh pemerintah Hindia Belanda, dikenal dengan istilah pemerintahan pangreh praja (gewesten). Pemerintahan pangreh praja ini strukturnya berbeda antara yang ada di Jawa dengan yang di luar Jawa;
JAWA
LUAR JAWA
Gubenur
(propinsi) Gubenur
(propinsi)
Residen
(karesidenan) Residen
(karesinenan)
Ass. Residen
(resenschap/ setingkat Kabupaten untuk pemerintahan daerah tidak langsung) Ass. Residen
Wedana
(kawedanan/district) Kontrolir/controleur
Camat
(kecamatan/onderdistrict) Demang
(kademanangan)
Desa
Camat
(kecamatan/onderdistrict)
Marga/kuria/nagari
perbedaan antara struktur antara pemerintahan kolonial dengan pemerintah lokal yaitu;
a) Pemerintahan kolonial; Gubenur Jenderal, Gubenur, Residen, Ass. Residen, Kontrolir, dan seterusnya yang kemudian dijabat oleh pribumi.
b) Pemerintahan lokal; Kesultanan/Kasunanan, Bupati, Wedono, Ass. Wedono, dan seterusnya.
Satu hal yang sangat menonjol dalam massa pemerintahan colonial adalah kecenderungan sentralisasi kekuasaan pada pusat pemerintahan, dan pola penyelenggaraan pemerintahan daerah yang bertingkat. Hal ini yang kemudian diwarisi oleh pemerintahan Indonesia dengan variasi istilah dan kewenangan dari waktu ke waktu.
Peraturan perundangan yang mengatur tentang desentralisasi atau pemerintah lokal yang pernah dibuat pemerintah hindia Belanda adalah
o Decentralisatiewet pada tahun 1903 (Staatsblaad No. 329 1903) yang memberi peluang diselenggarakannya satuan pemerintahan (gewest) yang mempunyai keuangan sendiri. Penyelenggaraan pemerintahan diserahkan pada sebuah “Raad” atau “dewan” di masing-masing daerah.
o Decentralisatiewet kemudian diperkuat dengan Decentralisatiebesluit (stb. 137/1905) dan Locale Radenordonantie (stb. 181/1905) yang menjadi dasar terbentuknya Locale Ressort dan Locale Raad. Meskipun demikian pemerintahan daerah ini hampir tidak mempunyai kewenangan.
o Pada tahun 1922 pemerintahan Hindia Belanda mengeluarkan sebuah UU baru yaitu wet op de Bestuurshervormin (stb. 216/1922) yang kemudian dibentuk provincie, regentschap, stadsgemeente, dan groepmeneenschap yang semuanya menggantikan locale resort. Pembentukan sejumlah daerah dilakukan dengan mengeluarkan ordonantie; seperti ordonantie provincie java-madura, provincie west java, dsb.
Pemerintahan Bala Tentara Jepang
Konsekuensi terlibatnya Jepang dalam perang dunia II, membawa perubahan yang signifikan terhadap kekuasaan kolonialisme di Negara-negara kawasan Asia khususnya Asia Timur. Pemerintah kolonial Inggris di Birma dan Malaya, Amerika serikat di Philipina, serta Belanda di Hindia Belanda (Indonesia) semuanya ditaklukkan oleh Bala Tentara Jepang.
Meskipun relatif singkat kekuasaan Bala Tentara Jepang di Hindia Belanda, akan tetapi cukup membawa perubahan yang fundamental terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah. Hindia Belanda dibagi menjadi tiga wilayah kekuasaan militer, yaitu: Sumatera yang berkedudukan di Bukittinggi dibawah kekuasaan militer angkatan darat, etrmasuk wilayah Jawa dan Madura yang berpusat di Jakarta. Sedang wilayah ketiga seperti sulawesi, Kalimantan, sunda Kecil, dan Maluku dikuasai oleh angkatan Laut.
Pihak penguasa militer Jawa mengeluarkan UU (Osamu sirei) No. 27 tahun 1942 yang mengatur penyelenggaraan pemerintahan daerah. Dalam OS tersebut jawa dibagi dalam beberapa Syuu (dikepalai oleh syuutyookan), kemudian syuu terbagi atas Ken (dikepalai oleh Kentyoo), Ken dibagi dalam Si (dikepalai oleh Sityoo). Sebagai catatan pada massa pemerinatahn Bala tentara Jepang ini propinsi dihapuskan. Disamping itu ada wilayah khusus yang setingkat dengan Syuu yaitu Tokubetu Si (dikepalai oleh Tokubetu Sityoo).
Satuan wilayah terbagi dalam tingkatan;
Panglima Bala Tentara Jepang
Pejabat Militer Jepang
RESIDEN
BUPATI
WEDANA
ASISTEN WEDANA
LURAH/KEPALA DESA
RT/RW
Masa Kemerdekaan
UU No.1/1945
Nama Massa berlaku Wilayah berlaku Unsur pemda Pembagian daerah Penyelenggaraan pemda Ket.
Kedudukan Komite Nasional Daerah 23 Nov. 1945 s/d 10 juli 1948 Seluruh Indonesia KDH dan Komite Nasional Daerah (KND) kmd berubah menjadi BPRD bekas daerah karisidenan
Kabupaten
Kota Badan eksekutif (5) & KDH
KDH sebagai aparat pusat dan daerah Berdasar UUD 1945
Otonomi lebih luas dari masa pejjhan
Masa UU No. 22/1948
Nama Massa berlaku Wilayah berlaku Unsur pemda Pembagian daerah Penyelenggaraan pemda Ket.
Pemerintah Daerah 10 Juli 1948 s/d 17 Jan 1957 Massa UUD’ 45 seluruh Indonesia
Massa RIS hanya di negara bagian RI DPRD dan DPD (Dewan Pemerintah Daerah) Propinsi
Kabupaten/ Kota Besar
Desa /kota kecil DPD kiketuai KDH menyelenggarakan pemerintahan sehari hari
DPD bertanggung jawab ke DPRD
KDH aparat pusat & Daerah UU ini perwujudan demokrasi liberal
Otonomi dan Med Bewind
Masa UU No. 44/1950
Nama Massa berlaku Wilayah berlaku Unsur pemda Pembagian daerah Penyelenggaraan pemda Ket.
Pemerintahan Daerah-daerah Ind. Timur 15 Juni 1950 s/d 17 Agustus 1950 Di negara Indonesia tmur (13 daerah) DPRD dan DPD Daerah
Daerah bagian
Daerah anak bagian Sama dengan UU No. 22/1948 Berdasar KOnsitusi RIS
Masa UU No. 1/1957
Nama Massa berlaku Wilayah berlaku Unsur pemda Pembagian daerah Penyelenggaraan pemda Ket.
Popok-pokok Pemerintahan daerah 17 Januari 1957 s/d 1 september 1965 Seluruh wilayah Indonesia DPRD dan DPD Daerah Swatantra TK I
Daerah Swatantra Tk. II
Daerah Swatantra TK III DPD sbg eks. Diketuai KDH.
Angota DPD dipilih dan dari anggota DPRD.
KDH diangkat & diberhentikan DPRD.
KDH sbg aparat daerah Berdasar UUDS
Otonomi seluas-luasnya
Masa Penetapan Presiden No. 6/1959
Nama Massa berlaku Wilayah berlaku Unsur pemda Pembagian daerah Penyelenggaraan pemda Ket.
Pemerintah Daerah Kembali ke UUD 1945 DPRD GR dan KDH idem KDH sbg eks
KDH juga ketua DPRD GR
KDH sebagai aparat pusat dan daerah Perwujudan demokrasi terpimpim
Ada PP. No. 5/1960 ttg DRD GR
Masa UU No. 18/1965
Nama Massa berlaku Wilayah berlaku Unsur pemda Pembagian daerah Penyelenggaraan pemda Ket.
Pokok-pokok Pemerintahan Daerah 1 sept. 1965 s/d 23 juli 1974 Seluruh wilayah Indonesia DPRD dan KDH Propinsi &/ Kotaraya
Kabupaten &/Kotamadya sbg Dati II
Kecamatan &/ Kotapraja sbg Dati III KDH sbg eks.
KDH sbg apar pusat dan daerah
Dibentuk Sek. Daerah sbg penyelenggara adm. Tugas pemda Berdasar UUD 1945
Propinsi, Kabupaten dan Kecamatan sbg istilah otonomi
Masa UU No. 5/1974
Nama Massa berlaku Wilayah berlaku Unsur pemda Pembagian daerah Penyelenggaraan pemda Ket.
Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah 23 Juli 1974 s/d 7 Mei 1999 Seluruh Indonesia DPRD dan KDH Propinsi &/ Kotara, DKI Jakarta
Kabupaten &/ Kotamadaya Dati II KDH sbg eks.
KDH apar pusat dan DPRD
Pengangkatan KDH hak prerogratif presiden atas usulan DPRD Otonomi nyata dan bertanggung jawab
MASA UU NO 22/1999
Nama Massa berlaku Wilayah berlaku Unsur pemda Pembagian daerah Penyelenggaraan pemda Ket.
Pemerintahan di Daerah Era reformasi pasca tumbangnya ORBA Seluruh Indonesia DPRD dan KDH Propinsi &/ DKI Jakarta
Kabupaten &/ Kota KDH sbg eks.
KDH aparat daerah, dipilih dan bertanggung jawab pada DPRD
KDH dilantik oleh Presiden Otonomi luas
MASA UU NO 32/2004
Nama Massa berlaku Wilayah berlaku Unsur pemda Pembagian daerah Penyelenggaraan pemda Ket.
Pemerintahan di Daerah Seluruh Indonesia DPRD dan KDH Propinsi &/ DKI Jakarta
Kabupaten &/ Kota KDH sbg eks.
KDH aparat daerah, dipilih dan bertanggung jawab pada DPRD
KDH dilantik oleh Presiden Otonomi luas
Bahan bacaan:
1. C. Bryant & L.G. White, Manajemen Pembangunan untuk Negara Sedang Berkembang, Jakarta: LP3ES, 1990
2. Kartiko Purnomo, Administrasi Pemerintahan Daerah II, Jakarta: Modul UT, 1995
3. Josef Riwu Kaho, Prospek Otonomi Daerah di Negara RI, Jakarta: Raja Grafino Persada, 2001
4. Sarundajang, Pemerintahan Daerah di Berbagai Negara, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2001
5. Analiis CSIS, Otonomi Daerah Penyelesaian atau Masalah, No. 1 tahun XXIX/2000
6. Syaukani, Afan Gafar, dan Ryas Rasyid, Otonomi Daerah Dalam Negara Kesatuan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar: 2002
Peraturan Perundangan
7. UU No. 5/1974, UU No. 22/1999, dan UU No. 25/1999
8. PP No. 25/2000, PP No. 84/2000, PP No. 104/2000, PP No. 105/2000, PP No. 106/2000, PP No. 107/2000 dan PP No. 108/2000
materi 2
MATA KULIAH
ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DI DAERAH
(MINGGU 2)
AZAS-AZAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DI DAERAH
Disusun ole: Eko Supeno
Menurut Bryant dan White, dalam sitem pemerintahan desentralisitis, dikenal dua bentuk desentralistis yaitu yang bersifat administratif dan politik.
Desentralisasi administratif yaitu delegasi wewenang pelaksanaan kepada tingkat-tingkat lokal. Desentralisasi administratif ini biasanya disebut dengan dekonsentrasi.
Desentralisasi politik yaitu wewenang pembuatan keputusan dan kontrol tertentu terhadap suber-sumber daya diberikan pada pejabat-pejabat regional dan lokal. Desentralisasi politik ini seringkali disebut dengan istilah devolusi.
Kartiko Purnomo, membagi desentraliasi menjadi empat yaitu:
Dekonsentrasi yaitu pelaksanaan kegiatan di daerah yang dilakukan oleh cabang unit-unit kegiatan pemerintah pusat.
Desentralisasi yaitu delegasi wewenang secara hukum yang bermakna penyerahan tugas-tugas pemerintahan kepada pemerintah tingkat daerah
Medibewind atau tugas pembantuan yaitu tugas-tugas pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat, tetapi penyelenggaraanya oleh pemerintah daerah. Seperti; terjadinya bencana alam atau penyebaran penyakit.
Pembinaan masyarakat yaitu bentuk-bentuk kegiatan yang dibina oleh pemerintah (pusat dan daerah) tetapi pelaksanaannya dilakukan berdasar atas inisiatif dan partisipatif mayarakat setempat. Seperti; koperasi, kebersihan lingkungan, keamanan, dan bentuk kegiatan kemayarakatan lainnya.
Menurut UU No. 5/1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah, desentralisasi terbagi, yaitu:
Dekonsentralisasi adalah pelimpahan wewenang dari pemerintah atau kepala wilayah atau kepala instansi vertikal tingkat atasnya kepada pejabat-pejabat di daerah.
Desentralisasi adalah penyerahan urusan pemerintah atau daerah tingkat atasnya kepada daerah menjadi urusan rumah tangganya
Tugas pembantuan adalah tugas turut serta dalam melaksanakan urusan pemerintah dari pemerintah daerah, dengan kewajiban mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskannya.
Menurut UU No 22/1999 tentang Pemerintah Daerah, desentralisasi terbagai yaitu:
Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari pemerintah kepada Gubenur sebagai wakil pemerintah (pusat) dan atau perangkat pusat yang ada di daerah.
Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom dalam rangka Negara Kesatuan Republik Indonesia
Tugas Pembantuan adalah penugasan dari pemerintah kepada daerah dan desa dan dari daerah ke desa untuk melaksanakan tugas tertentu yang disertai pembiayaan, sarana dan prasarana serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaannya dan mempertanggungjawabkannya kepada yang menugaskan.
Adanya azas desentralisasi, konsekuensi logisnya melahirkan otonomi daerah yang kemudian melahirkan daerah otonom, yang selanjutnya disebut Daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara kesatuan Indonesia (UU No. 22/1999)
Dalam UU No. 5/1974 adanya azas dekosentrasi melahirkan wilayah administratif yang kemudian disebut dengan, propinsi, kabupaten, kotamadya, kota administratif, kecamatan, dan kelurahan sedang azas desentralisasi melahirkan wilayah otonomi yang kemudian disebut dengan istilah daerah tingkat I dan daerah tingkat II. Satu lagi wilayah otonom ditingkat paling bawah yaitu desa namun ini diatur dalam UU No. 5/1979 tentang pemerintahan desa.
Di dalam UU NO. 5/1974 menganut prinsip bahwa: “azas dekonsentrasi dilaksanakan bersama-sama dengan azas desentralisasi dengan tidak menutup kemungkinan diselenggarakan azas medebewind atau azas tugas pembantuan” maka munculnya wilayah administratif dan daerah otonom sebagai konsekuensi logis adanya kedua azas tersebut batas wilayahnya keduanya melekat secara bersama-sama, missal untuk Jawa Timur disebut dengan Propinsi Daerah Tingkat I Jatim, atau Surabaya disebut dengan Kotamadya Daerah Tingkat II Surabaya. Sedang pimpinannya disebut dengan Gubenur Kepala Daerah Tingkat I untuk propinsi, untuk daerah tingkat II yaitu Walikotamadya/Bupati Kepala Daerah Tingkat II kemudian nama wilayahnya.
Menurut UU No. 22/1999, yang merupakan wilayah dari azas dekonsentrasi itu hanya ada ditingkat propinsi, dengan penyebutannya cukup Propinsi kemudian nama wilayahnya, tanpa diikuti istilah daerah tingkat I missal wilayah Jawa Timur cukup disebut Propinsi Jawa Timur, didalamnya sudah termasuk daerah otonom-azas desentralisasi, untuk darah tingkat II (istilah yang dipakai dalam UU No. 5/1974) cukup menyebutkan istilah Kota atau Kabupaten, missal wilayah Surabaya disebut dengan Kota Surabaya, wilayah Sidoarjo disebut dengan Kabupaten Sidoarjo. Di dalam UU No. 22/1999 tidak ada lagi wilayah adminsitratif dalam wilayah Kota atau Kabupaten. Karena didalamnya hanya menyangkut penyelenggaraan azas desentralisasi saja. Sedang azas dekonsentrasi tidak diselenggarakan kecuali instansi vertikal yang masih ada di tingkat Kota atau Kabupaten. Konsep pembagian wilayah ini tidak jauh berbeda dengan UU No. 32/2004.
Syarat pembentukan daerah menurut UU No. 32/2004 adalah
Ditetapkan oleh undang-undang
Dapat berupa penggabungan beberapa daerah atau pemekaran dari satu daerah
Memenuhi syarat administratif, teknis, dan fisik
Syarat administratif, yaitu:
• Untuk Propinsi
– Persetujuan DPRD Kab/kota dan Bupati/walikota yang akan menjadi cakupan wilayah propinsi
– Persetujuan DPRD dan Gubenur propinsi induk
– Rekomendasi Mendagri
• Untuk Kabupaten/Kota
– Persetujuan DPRD Kab/Kota dan Bupati/Walikota yang bersangkutan
– Persetujuan DPRD propinsi dan Gubenur
– Rekomendasi dari Mendagri
Syarat teknis yaitu:
Kemampuan ekonomi
Potensi daerah
Sosial budaya
Sosial politik
Kependudukan
Luas daerah
Pertahanan
Keamanan
Dan faktor lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah
Syarat fisik yaitu:
Paling sedikit 5 kabupaten/kota untuk propinsi
5 kecamatan untuk Kabupaten dan 4 kecamatan untuk Kota
Lokasi calon ibukota, sarana dan prasarana
PENUTUP
• Pilihan terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan yang desentralisistis dengan konsekuensi logisnya melahirkan pembagian kewenangan pada unit-unit lokal dalam implementasinya tidak semudah yang diteorikan. Political will Pemerintah Pusat dalam berbagi kewenangan juga harus diikuti kesediaan bebagi sumber keuangan. Pembuatan kebijakan yang mengarah pada pemberdayaan local agar mendorong partisiapsi aktif masyarakat dalam aktivitas pemerintahan and pembangunan. Proses demokrasi dengan tidak mengesampingkan bahwa daerah tetap menjadi daerahnya pusat. Perlunya penguatan terhadap kemampuan sumber daya manusia (aparat) dan pembangunan kelembagaan yang efektif dan efisien. Ke empat hal ini adalah sesuatu yang tidak bisa dilepaskan dalam pelaksanaan desentralisasi pemerintahan.
• Adanya azas desentralisasi, konsekuensi logisnya melahirkan otonomi daerah yang kemudian melahirkan daerah otonom, yang selanjutnya disebut Daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara kesatuan Indonesia
• Azas dekonsentrasi melahirkan wilayah-wilayah administratif dan urusan-urusan yang bersifat administratif.
RANGKUMAN
Secara umum tujuan sistem desentralistis di dalam pemerintahan adalah: (Kartiko)
a) Mengurangi beban pemerintah pusat dan campur tangan mengenai masalah-masalah kecil pada tingkat lokal
b) Meningkatkan pengertian rakyat dan dukungan (partisipasi) mereka dalam kegiatan usaha pembangunan sosial ekonomi
c) Penyusunan program-program untuk perbaikan sosial ekonomi pada tingkat lokal dapat lebih realistis
d) Melatih rakyat untuk bisa mengatur urusannya sendiri
e) Pembinaan kesatuan nasional.
Prinsip-prinsip utama desentralisasi adalah;
a) Mempromosikan otonomi daerah.
b) Perencanaan yang bersifat ‘bottom up’.
c) Partisipasi penuh seluruh masyarakat dalam proses demokratis
d) Kendali daerah yang lebih besar terhadap sumber-sumber keuangan.
e) Keseimbangan pembiayaan sumber-sumber daya antara pusat dengan daerah.
□ Sistem pemerintahan yang desentralisitis meliputi tiga azas yaitu azas dekonsentrasi, azas desentralisasi dan azas pembantuan.
□ Azas dekonsentrasi adalah pelimpahan weweanga dari pemerintah pusat atau atasnya pada pemerintahan lokal untuk melaksanakan tugas dan weweang pemerintah atasnya.
□ Azas desentralisasi adalah penyerahan urusan dari pemerintah atasnya kepada pemerinatah lokal atau daerah untuk bertanggung jawab sepenuhnya pada urusan pemerintahan yang diserahkan.
□ Azas pembantuan adalah pelaksanakan tugas dari pemerintah daerah atas tugas dan wewenang yang sebetulnya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat.
Bahan bacaan:
1. C. Bryant & L.G. White, Manajemen Pembangunan untuk Negara Sedang Berkembang, Jakarta: LP3ES, 1990
2. Kartiko Purnomo, Administrasi Pemerintahan Daerah II, Jakarta: Modul UT, 1995
3. Josef Riwu Kaho, Prospek Otonomi Daerah di Negara RI, Jakarta: Raja Grafino Persada, 2001
4. Sarundajang, Pemerintahan Daerah di Berbagai Negara, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2001
5. Analiis CSIS, Otonomi Daerah Penyelesaian atau Masalah, No. 1 tahun XXIX/2000
6. Syaukani, Afan Gafar, dan Ryas Rasyid, Otonomi Daerah Dalam Negara Kesatuan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar: 2002
Peraturan Perundangan
7. UU No. 5/1974, UU No. 22/1999, dan UU No. 25/1999
ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DI DAERAH
(MINGGU 2)
AZAS-AZAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DI DAERAH
Disusun ole: Eko Supeno
Menurut Bryant dan White, dalam sitem pemerintahan desentralisitis, dikenal dua bentuk desentralistis yaitu yang bersifat administratif dan politik.
Desentralisasi administratif yaitu delegasi wewenang pelaksanaan kepada tingkat-tingkat lokal. Desentralisasi administratif ini biasanya disebut dengan dekonsentrasi.
Desentralisasi politik yaitu wewenang pembuatan keputusan dan kontrol tertentu terhadap suber-sumber daya diberikan pada pejabat-pejabat regional dan lokal. Desentralisasi politik ini seringkali disebut dengan istilah devolusi.
Kartiko Purnomo, membagi desentraliasi menjadi empat yaitu:
Dekonsentrasi yaitu pelaksanaan kegiatan di daerah yang dilakukan oleh cabang unit-unit kegiatan pemerintah pusat.
Desentralisasi yaitu delegasi wewenang secara hukum yang bermakna penyerahan tugas-tugas pemerintahan kepada pemerintah tingkat daerah
Medibewind atau tugas pembantuan yaitu tugas-tugas pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat, tetapi penyelenggaraanya oleh pemerintah daerah. Seperti; terjadinya bencana alam atau penyebaran penyakit.
Pembinaan masyarakat yaitu bentuk-bentuk kegiatan yang dibina oleh pemerintah (pusat dan daerah) tetapi pelaksanaannya dilakukan berdasar atas inisiatif dan partisipatif mayarakat setempat. Seperti; koperasi, kebersihan lingkungan, keamanan, dan bentuk kegiatan kemayarakatan lainnya.
Menurut UU No. 5/1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah, desentralisasi terbagi, yaitu:
Dekonsentralisasi adalah pelimpahan wewenang dari pemerintah atau kepala wilayah atau kepala instansi vertikal tingkat atasnya kepada pejabat-pejabat di daerah.
Desentralisasi adalah penyerahan urusan pemerintah atau daerah tingkat atasnya kepada daerah menjadi urusan rumah tangganya
Tugas pembantuan adalah tugas turut serta dalam melaksanakan urusan pemerintah dari pemerintah daerah, dengan kewajiban mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskannya.
Menurut UU No 22/1999 tentang Pemerintah Daerah, desentralisasi terbagai yaitu:
Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari pemerintah kepada Gubenur sebagai wakil pemerintah (pusat) dan atau perangkat pusat yang ada di daerah.
Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom dalam rangka Negara Kesatuan Republik Indonesia
Tugas Pembantuan adalah penugasan dari pemerintah kepada daerah dan desa dan dari daerah ke desa untuk melaksanakan tugas tertentu yang disertai pembiayaan, sarana dan prasarana serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaannya dan mempertanggungjawabkannya kepada yang menugaskan.
Adanya azas desentralisasi, konsekuensi logisnya melahirkan otonomi daerah yang kemudian melahirkan daerah otonom, yang selanjutnya disebut Daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara kesatuan Indonesia (UU No. 22/1999)
Dalam UU No. 5/1974 adanya azas dekosentrasi melahirkan wilayah administratif yang kemudian disebut dengan, propinsi, kabupaten, kotamadya, kota administratif, kecamatan, dan kelurahan sedang azas desentralisasi melahirkan wilayah otonomi yang kemudian disebut dengan istilah daerah tingkat I dan daerah tingkat II. Satu lagi wilayah otonom ditingkat paling bawah yaitu desa namun ini diatur dalam UU No. 5/1979 tentang pemerintahan desa.
Di dalam UU NO. 5/1974 menganut prinsip bahwa: “azas dekonsentrasi dilaksanakan bersama-sama dengan azas desentralisasi dengan tidak menutup kemungkinan diselenggarakan azas medebewind atau azas tugas pembantuan” maka munculnya wilayah administratif dan daerah otonom sebagai konsekuensi logis adanya kedua azas tersebut batas wilayahnya keduanya melekat secara bersama-sama, missal untuk Jawa Timur disebut dengan Propinsi Daerah Tingkat I Jatim, atau Surabaya disebut dengan Kotamadya Daerah Tingkat II Surabaya. Sedang pimpinannya disebut dengan Gubenur Kepala Daerah Tingkat I untuk propinsi, untuk daerah tingkat II yaitu Walikotamadya/Bupati Kepala Daerah Tingkat II kemudian nama wilayahnya.
Menurut UU No. 22/1999, yang merupakan wilayah dari azas dekonsentrasi itu hanya ada ditingkat propinsi, dengan penyebutannya cukup Propinsi kemudian nama wilayahnya, tanpa diikuti istilah daerah tingkat I missal wilayah Jawa Timur cukup disebut Propinsi Jawa Timur, didalamnya sudah termasuk daerah otonom-azas desentralisasi, untuk darah tingkat II (istilah yang dipakai dalam UU No. 5/1974) cukup menyebutkan istilah Kota atau Kabupaten, missal wilayah Surabaya disebut dengan Kota Surabaya, wilayah Sidoarjo disebut dengan Kabupaten Sidoarjo. Di dalam UU No. 22/1999 tidak ada lagi wilayah adminsitratif dalam wilayah Kota atau Kabupaten. Karena didalamnya hanya menyangkut penyelenggaraan azas desentralisasi saja. Sedang azas dekonsentrasi tidak diselenggarakan kecuali instansi vertikal yang masih ada di tingkat Kota atau Kabupaten. Konsep pembagian wilayah ini tidak jauh berbeda dengan UU No. 32/2004.
Syarat pembentukan daerah menurut UU No. 32/2004 adalah
Ditetapkan oleh undang-undang
Dapat berupa penggabungan beberapa daerah atau pemekaran dari satu daerah
Memenuhi syarat administratif, teknis, dan fisik
Syarat administratif, yaitu:
• Untuk Propinsi
– Persetujuan DPRD Kab/kota dan Bupati/walikota yang akan menjadi cakupan wilayah propinsi
– Persetujuan DPRD dan Gubenur propinsi induk
– Rekomendasi Mendagri
• Untuk Kabupaten/Kota
– Persetujuan DPRD Kab/Kota dan Bupati/Walikota yang bersangkutan
– Persetujuan DPRD propinsi dan Gubenur
– Rekomendasi dari Mendagri
Syarat teknis yaitu:
Kemampuan ekonomi
Potensi daerah
Sosial budaya
Sosial politik
Kependudukan
Luas daerah
Pertahanan
Keamanan
Dan faktor lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah
Syarat fisik yaitu:
Paling sedikit 5 kabupaten/kota untuk propinsi
5 kecamatan untuk Kabupaten dan 4 kecamatan untuk Kota
Lokasi calon ibukota, sarana dan prasarana
PENUTUP
• Pilihan terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan yang desentralisistis dengan konsekuensi logisnya melahirkan pembagian kewenangan pada unit-unit lokal dalam implementasinya tidak semudah yang diteorikan. Political will Pemerintah Pusat dalam berbagi kewenangan juga harus diikuti kesediaan bebagi sumber keuangan. Pembuatan kebijakan yang mengarah pada pemberdayaan local agar mendorong partisiapsi aktif masyarakat dalam aktivitas pemerintahan and pembangunan. Proses demokrasi dengan tidak mengesampingkan bahwa daerah tetap menjadi daerahnya pusat. Perlunya penguatan terhadap kemampuan sumber daya manusia (aparat) dan pembangunan kelembagaan yang efektif dan efisien. Ke empat hal ini adalah sesuatu yang tidak bisa dilepaskan dalam pelaksanaan desentralisasi pemerintahan.
• Adanya azas desentralisasi, konsekuensi logisnya melahirkan otonomi daerah yang kemudian melahirkan daerah otonom, yang selanjutnya disebut Daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara kesatuan Indonesia
• Azas dekonsentrasi melahirkan wilayah-wilayah administratif dan urusan-urusan yang bersifat administratif.
RANGKUMAN
Secara umum tujuan sistem desentralistis di dalam pemerintahan adalah: (Kartiko)
a) Mengurangi beban pemerintah pusat dan campur tangan mengenai masalah-masalah kecil pada tingkat lokal
b) Meningkatkan pengertian rakyat dan dukungan (partisipasi) mereka dalam kegiatan usaha pembangunan sosial ekonomi
c) Penyusunan program-program untuk perbaikan sosial ekonomi pada tingkat lokal dapat lebih realistis
d) Melatih rakyat untuk bisa mengatur urusannya sendiri
e) Pembinaan kesatuan nasional.
Prinsip-prinsip utama desentralisasi adalah;
a) Mempromosikan otonomi daerah.
b) Perencanaan yang bersifat ‘bottom up’.
c) Partisipasi penuh seluruh masyarakat dalam proses demokratis
d) Kendali daerah yang lebih besar terhadap sumber-sumber keuangan.
e) Keseimbangan pembiayaan sumber-sumber daya antara pusat dengan daerah.
□ Sistem pemerintahan yang desentralisitis meliputi tiga azas yaitu azas dekonsentrasi, azas desentralisasi dan azas pembantuan.
□ Azas dekonsentrasi adalah pelimpahan weweanga dari pemerintah pusat atau atasnya pada pemerintahan lokal untuk melaksanakan tugas dan weweang pemerintah atasnya.
□ Azas desentralisasi adalah penyerahan urusan dari pemerintah atasnya kepada pemerinatah lokal atau daerah untuk bertanggung jawab sepenuhnya pada urusan pemerintahan yang diserahkan.
□ Azas pembantuan adalah pelaksanakan tugas dari pemerintah daerah atas tugas dan wewenang yang sebetulnya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat.
Bahan bacaan:
1. C. Bryant & L.G. White, Manajemen Pembangunan untuk Negara Sedang Berkembang, Jakarta: LP3ES, 1990
2. Kartiko Purnomo, Administrasi Pemerintahan Daerah II, Jakarta: Modul UT, 1995
3. Josef Riwu Kaho, Prospek Otonomi Daerah di Negara RI, Jakarta: Raja Grafino Persada, 2001
4. Sarundajang, Pemerintahan Daerah di Berbagai Negara, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2001
5. Analiis CSIS, Otonomi Daerah Penyelesaian atau Masalah, No. 1 tahun XXIX/2000
6. Syaukani, Afan Gafar, dan Ryas Rasyid, Otonomi Daerah Dalam Negara Kesatuan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar: 2002
Peraturan Perundangan
7. UU No. 5/1974, UU No. 22/1999, dan UU No. 25/1999
materi 1
MATA KULIAH
ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DI DAERAH
(MINGGU 1)
Bab I KONSEP OTONOMI DAERAH
Oleh: E. Supeno
PENDAHULUAN
Ada dua sistem penyelenggaraan pemerintahan yang selama ini dikenal di dunia ini yaitu sistem pemerintahan yang sentralistis dan desentralistis. Sistem sentralistis merupakan sistem penyelenggaraan pemerintahan yang memberi sedikit kesempatan pada unit-unit lokal menjalankan roda pemerintahan dengan kebijakan setempat. Pemerintah pusat menjadi kendali utama dalam menetapkan kebijakan dan harus diikuti oleh daerah. Program-program pemerintahan bersifat seragam. Sebaliknya sistem desentralistis adalah sistem penyelenggaraaan pemerintahan yang banyak memberi kesempatan pada unit-unit lokal untuk terlibat dalam urusan pemerintahan yang menyangkut kepentingan daerah itu sendiri. Pusat hanya membuat kebijakan yang bersifat strategis untuk kepentingan nasional dan menjadi penjaga kepentingan antar daerah atau unit-unit lokal. Keragaman lokal menjadi ciri sistem ini. Sistem desesentarilistis inilah yang kemudian melahirkan konsep desentralisasi kewenangan.
Sebelum jatuhnya negara Uni Sovyet yang menggunakan sistem sentralisitis dan menjadi kiblat dari negara-negara Eropa timur dan negara-negara yang berpaham sosialis komunis di belahan benua lain, sistem sentralisitis menjadi determinan lain dari sistem desentralisitis yang banyak digunakan oleh negara-negara barat. Pada perkembangannya, hampir sebagian besar negara-negara di dunia menggunakan pendekatan desentralistis, setelah kegagalan sistem sentralistis yang digunakan oleh bekas negara Uni Sovyet dan negara pendukungnya dalam demokratisasi dan pemeberdayaan masyarakat lokal. Namun, dalam pelaksanaannya dibanyak negara, khususnya di negara-negara sedang berkembang, sistem desentralistis yang kemudian melahirkan konsep desentralisasi peneyelelenggraan pemerintahan atau otonomi daerah bukan tanpa hambatan dan kendala. Dalam kasus Indonesia misalnya, pasca jatuhnya pemerintahan orde baru yang cenderung memilih pendekatan sentralisitis dalam menyelenggarakan pemerintahannya, akibat gerakan mahasiswa yang kemudian dikenal dengan era reformasi, pemberdayaan lokal lewat desentralisi kewenangan secara penuh dan luas atau otonomi daerah ternyata banyak mengalami kendala dan permasalahan dalam mewujudkannya. Beberapa hal yang bisa dilihat yaitu;
q Pelaksanaan otonomi daerah diwarnai dengan eksperimen atau coba-coba, yang kemudian mendorong timbulnya ketidak pastian dan kemungkinan terjadinya kesalahan yang semakin tinggi menjalankan roda pemerintahan.
q Dinamika pelaksanaan otonomi daerah cenderung menunjukkan gelombang yang bergejolak besar yang ditandai dengan berbagai persoalan dan tuntuntan beberapa daerah yang ingin memisahkan diri dengan pemerintah pusat.
q Ketidak pastian dalam pencapaian tujuan otonomi daerah pada gilirannya akan menimbulkan kekecewaan oleh banyak pihak, baik itu pemerintah pusat, pemerintah daerah, maupun masyarakat sendiri. Hal ini akan membawa konsekuensi politis yang tidak menguntungkan bagi mereka yang mendukung penerapan sistem desentralistis.
q Masih banyaknya kebijakan pemerintah yang lebih menekankan kepentingan pusat dibanding memperhatikan kemampuan dan potensi daerah seperti penguasaan sumber daya alam. Tanpa adanya dukungan kebijakan yang konsisten, pelaksanaan otonomi akan berjalan tanpa arah dan semakin memperbesar gejolak di daerah.
Beberapa kondisi di atas menunjukkan pelaksanaan otonomi tidak cukup sekedar tuntutan aspirasi sebagai suatu keharusan, tetapi perlu didukung oleh seperangkat kebijakan yang tepat dan ada pra kondisi yang perlu disiapkan. Pemahaman yang keliru dalam pelaksanaan otonomi, akibat kebijakan yang keliru dari pemerintah pusat terhadap peran pusat dalam membina lokal, semakin mendorong keinganan pemerintah lokal untuk memisahkan diri dari pemerintah pusat. Di sisi lain, desentralisasi atau otonomi daerah juga meupakan kebutuhan untuk pemberdayaan lokal atau daerah dari ketergantungan pada pemerintah pusat. Untuk itu pemahan terhadap konsep-konsep sistem penyelenggaraan pemerintahan merupakan hal yang sangat penting untuk menjadi kajian utama dalam mata kuliah ini.
KONSEP DAN ARTI PENTINGNYA PEMERINTAHAN (OTONOMI) DAERAH
Sebelum mengupas lebih jauh konsep desentralisasi terlebih dahulu kita bahas beberapa konsep yang melatar belakangi munculnya konsep desentralisasi yaitu konsep tentang sistem pemerintahan, administrasi negara, administrasi pemerintahan, administrasi pemerintahan daerah. Pemahaman terhadap konsep-konsep ini akan memudahkan pemahaman terhadap konsep desentralisasi.
q Sistem pemerintahan dikenal dua model yaitu sentralisitis dan desentralistis.
q Sentralistis berarti penyelenggaran pemerintahan dilakukan secara terpusat
q Desentralisistis berarti penyebaran penyelenggaraan pemerintahan ke semua bagian/wilayah negara. Bisa terbatas seperti otonomi daera atau luas seperti negara federal.
q Pengertian dan perbedaan administrasi negara dan administrasi pemerintah:
q Administrasi negara adalah keseluruhan kegiatan dari lembaga-lembaga negara baik eksekutif, yudikatif maupun legeslatif dalam menyelenggarakan pemerintahan negara guna mencapai tujuan negara. Jadi obyek dari administrasi negara adalah lembaga-lembaga negara
q Administrasi pemerintah adalah keseluruhan kegiatan yang dilakukan pemerintah dalam menyelenggarakan pemerintahan. Jadi obyek dari administrasi pemerintah adalah pemerintah (eksekutif). Sering pula administrasi pemerintah ini diartikan sebagai administrasi negara dalam pengertian yang sempit.
q Administrasi pemerintahan daerah adalah keseluruhan kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah, baik pemerintah pusat atau pemerintah daerah dalam menyelengarakan pemerintahan di daerah. Meskipun ada aktivitas dua pemerintahan, pusat dan daerah, keduanya terpisahkan oleh kewenangan yang berbeda.
q Pemerintahan daerah adalah suatu organisasi pemerintahan yang berbasis wilayah yang memiliki ciri-ciri yaitu; wilayah dibatasi, suatu populasi, suatu organisasi yang berkelanjutan, otoritas untuk melaksanakan pemerintahan umum dan pembangunan, membuat peraturan-peraturan darah, memungut pajak dan retribusi, disamping hal-hal lain sebagai kewenangan yang dilimpahkan oleh pemerintah di atasnya.
q Administrasi pemerintah menunjukkan ciri-ciri sebagai berikut:
1. Administrasi pemerintah dalam kegiatannya berdasarkan atas hukum atau peraturan perundangan yang berlaku. Artinya setiap tindakan pemerintah harus mempertimbangkan kegunaan/maksud/tujuannya dan landasan hukumnya
2. Administrasi pemerintah dalam kegiatannya berdasarkan keputusan politik yang dibuat oleh lembaga yang berwenang
3. Adminstrasi pemerintah dalam pengaturan organisasinya bersifat birokratis
4. Administrasi pemerintah dalam menjalankan kegiatannya berdasarkan prosedur kerja yang ditetapkan dalam peraturan-peraturan, misalnya: peraturan perijinan, peraturan perpajakan, peraturan ekspor impor, dan peraturan lainnya.
q DESENTRALISASI
Sentralisasi adalah sebuah bentuk pemindahan tanggung jawab, wewenang dan sumber-sumber daya (dana, personil, sarana prasarana, dll) dari pemrintah pusat ke tingkat pemerintahan lokal atau pemerintahan daerah. tujuan politis dari desentralisasi ini adalah memindahkan proses pengambilan keputusan ke tingkat pemerintahan yang lebih dekat dengan masyarakat. Karena merekalah yang merasakan langsung pengaruh program pelayanan yang dirancang. Dan kemudian dilaksanakan oleh pemerintah.
Tujuan peningkatan desentralisasi adalah mengembangkan perencanaan dan pelaksanaan pelayanan publik dengan menggabungkan kebutuhan dan kondisi lokal yang sekaligus utnuk mencapai obyektivitas pembangunan sosial ekonomi pada tingkat daerah dan nasional. Peningkatan perencanaan, pelaksanaan dan anggaran pembangunan sosial adn ekonomi diharapakan dapat menjamin bahwa sumber-sumber daya pemerintah yang terbatas dapat digunakan dengan lebih efektif dan efisien untuk memenuhi kebutuhan lokal.
q Secara umum tujuan sistem pemerintahan yang desentralistis di dalam pemerintahan adalah: (Kartiko)
a) Mengurangi beban pemerintah pusat dan campur tangan mengenai masalah-masalah kecil pada tingkat lokal
b) Meningkatkan pengertian rakyat dan dukungan (partisipasi) mereka dalam kegiatan usaha pembangunan sosial ekonomi
c) Penyusunan program-program untuk perbaikan sosial ekonomi pada tingkat lokal dapat lebih realistis
d) Melatih rakyat untuk bisa mengatur urusannya sendiri
e) Pembinaan kesatuan nasional.
q Prinsip-prinsip utama desentralisasi adalah;
a. Mempromosikan otonomi daerah.
Otonomi daerah memberikan wewenang penuh kepada daerah untuk menjalankan pemerintahnnya sendiri termasuk menyediakan pelayanan yang berdasa pada prioritas daerah itu sendiri, yang sesuai dengan aspirasi masyarakat serta berjalan diatas rel hukum dan peraturan yang berlaku.
b. Perencanaan yang bersifat ‘bottom up’.
Perencaan bottom-up akan mengangkat isu penggunaan pendekatan partisipasi oleh pemrintah daerah. Itu dilakukan untuk lebih mendengarkan pendapat masyarakat sasaran dalam prose identifikasi, perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi terhadap inisiatif pembngunan sosial dan ekonomi. Dengan memperkenalkan sistem perencanaan bottom-up akan sekaligus meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pemerintah daerah terhadap masyarakat yang dilayaninya dengan melibatkan masyarakt sebagai elemen utama dalam proses pengambilan keputusan pemerintah.
c. Partisipasi penuh seluruh masyarakat dalam proses demokratis
Dalam konteks desentralisasi pemerintah, ”partisipasi” mengacu pada anggota masyarakat di dalam menjalankan hak dan tanggung jawabnya melalui proses demokratis. Proses tersebut antara lain berupa partisipasi anggota masyarakat dalam pemerintahan daerah untuk memilih wakil-wakil mereka di pemerintah daerah; juga membentuk kelom-kelompok masyarakat seperti LSM-LSM, organisasi para pembayar bea, dan kelompok-kelompok pelayanan, dimana keduanya menjadi inisiator yang inovatif seperti proyek pengentasan kemiskinan dan melakukan lobi ke pemerintah atas nama anggotanya.
d. Kendali daerah yang lebih besar terhadap sumber-sumber keuangan.
Kesuksesan inisiatif desentralisasi dan otonomi daerah ditentukan oleh kapasitas pemerintah daerah untuk membangkitkan sumber-sumber keuangan dan sumber lainnya (seperti personil). Sumber-sumber daya ini dapat berbentuk pemasukan pajak yang diatur oleh pemerintah lokal (pengumpulan Pajak Daerah) ataupun mentransfer dan penyeimbangan pembayaran dari pemerintah yang lebih tinggi.
e. Keseimbangan pembiayaan sumber-sumber daya anatara pusat dengan daerah.
Pembagian sumber-sumber daya yang seimbang di antara berbagai tingkatan pemerintahan akan menjamin bahwa daerah-daerah yang kaya akan sumber daya akan memperoleh pembagian yang adil dari pendapatan yang dihasilkan.
q Manfaat desentralisisasi adalah pengalokasian yang lebih baik dari sumber daya pemerintah yang terbatas melalui peningkatan efektivitas dan efisiensi biaya pelayanan publik. Peningkatan proses demokratis, memperbesar partisipasi mayarajkat dalam pengambilan keputusan, serta meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pemerintah.
Bahan bacaan:
1. C. Bryant & L.G. White, Manajemen Pembangunan untuk Negara Sedang Berkembang, Jakarta: LP3ES, 1990
2. Kartiko Purnomo, Administrasi Pemerintahan Daerah II, Jakarta: Modul UT, 1995
3. Josef Riwu Kaho, Prospek Otonomi Daerah di Negara RI, Jakarta: Raja Grafino Persada, 2001
4. Sarundajang, Pemerintahan Daerah di Berbagai Negara, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2001
5. Analiis CSIS, Otonomi Daerah Penyelesaian atau Masalah, No. 1 tahun XXIX/2000
6. Syaukani, Afan Gafar, dan Ryas Rasyid, Otonomi Daerah Dalam Negara Kesatuan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar: 2002
Peraturan Perundangan
7. UU No. 5/1974, UU No. 22/1999, dan UU No. 25/1999
Minggu, 24 Oktober 2010
Sulawesi Tengah
Provinsi Sulawesi Tengah dibagi menjadi 1 kota dan 10 kabupaten, yaitu
1. Kota Palu
2. Kabupaten Donggala
3. Kabupaten Banggai
4. Kabupaten Banggai Kepulauan
5. Kabupaten Buol
6. Kabupaten Morowali
7. Kabupaten Parigi Moutong
8. Kabupaten Tojo Una Una
9. Kabupaten Sigi
10. Kabupaten Poso
11. Kabupaten Toli-Toli
Nama Kepala Daerah
1. Kota Palu
Walikota Rusdy Mastura
2. Kabupaten Donggala
Bupati Drs. H. Habir Ponulele, M.M
3. Kabupaten Buol
Bupati Amran Batalipu
4. Kabupaten Poso
Bupati Drs. Piet Inkiriwang, M.M
5. Kabupaten Tojo Una-Una
Bupati Drs. Damsik Ladjalani
6. Kabupaten Toli Toli
Bupati Mohammad Saleh Bantilan
7. Kabupaten Sigi
Bupati Sutrisno N Sembiring
8. Kabupaten Parigi Moutong
Bupati Drs. H. Longki L. Djanggola, MSi.
9. Kabupaten Banggai
Bupati Ma’mun Amir
10. Kabupaten Banggai Kepulauan
Bupati Irianto Malingong
11. Kabupaten Morowali
Bupati Anwar Hafidz
Kota Palu
1. Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Palu
2. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Palu
3. Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil
4. Dinas Kesehatan Kota Palu
5. Dinas Pekerjaan Umum, Energi dan Sumber Daya Mineral Kota Palu
6. Dinas Pemuda dan Olah Raga Kota Palu
7. Dinas Penataan Ruang dan Perumahan Kota Palu
8. Dinas Pendapatan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Kota Palu
9. Dinas Pendidikan Kota Palu
10. Dinas Perhubungan Komunikasi, dan Informatika Kota Palu
11. Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Kota Palu
12. Dinas Pertanian, Kehutanan dan Kelautan Kota Palu
13. Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Palu
14. Kantor Pemadam Kebakaran Kota Palu
15. Kantor Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Kelurahan Kota Palu
16. Kantor Perpustakaan, Arsip dan dokumentasi Kota Palu
17. Kantor Satuan Polisi Pamong Praja
18. Rumah Sakit Umum Anutapura Kota Palu
19. Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan
20. Badan Kepegawaian Daerah Kota Palu
21. Badan Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan Masyarakat Kota Palu
22. Badan Lingkungan Hidup Kota Palu
23. Badan Narkotika Kota palu
24. Badan Pelaksana Penyuluhan dan Ketahanan Pangan Kota Palu
25. Badan Pelayanan dan Perizinan Terpadu
26. Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Palu
27. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penanaman Modal Kota Palu
28. Dewan Pengurus Korps Pegawai Negeri Indonesia Kota Palu
29. Inspektorat Kota Palu
Kabupaten Tojo Una Una
1. Dinas Sosial
2. Dinas Kehutanan
3. Dinas Kesehatan
4. Dinas Pekerjaan Umum
5. Dinas Kelautan dan Perikanan
6. Dinas Pertambangan dan Energi
7. Dinas Pend. Pemuda & Olahraga
8. Dinas Kebudayaan & Pariwisata
9. Dinas Tenaga Kerja & Transmigrasi
10. Dinas Kependudukan & Catatan Sipil
11. Dinas Perhubungan,Kominikasi dan Informatika
12. Dinas Koperasi,UKM,Perindustrian dan Perdagangan
13. Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah
14. Dinas Pertanian, Perkebunan, Peternakan dan Kesehatan Hewan
15. Badan Lingkungan Hidup
16. Badan Rumah Sakit Umum
17. Badan Kepegawaian Daerah
18. Badan Pemberdayaan Perempuan & KB Daerah
19. Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksanaan Penyuluhan
20. Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa
21. Badan Perencanaan Pembangunan daerah dan Penanaman Modal
22. Kantor Satuan Polisi & Pamong Praja
23. Kantor Perpustakaan, Dokumentasi dan Arsip Daerah
Kabupaten Donggala
1. Dinas Pendidikan;
2. Dinas Pemuda dan Olah Raga;
3. Dinas Kesehatan;
4. Dinas Sosial;
5. Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil;
6. Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika;
7. Dinas Perumahan dan Penataan Ruang;
8. Dinas Bina Marga dan Sumberdaya Air;
9. Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan,;
10. Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah;
11. Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi;
12. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata;
13. Dinas Kelautan dan Perikanan;
14. Dinas Kehutanan dan Perkebunan;
15. Dinas Energi dan Sumberdaya Mineral; dan
16. Dinas Pertanian, Peternakan dan Kesehatan Hewan.
17. Badan Lingkungan Hidup
18. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
19. Badan Keluarga Berencana Dan Pemberdayaan Perempuan
Kabupaten Parigi Moutong
1. Dinas Permukiman dan Prasarana Wilayah Kabupaten Parigi Moutong.
2. Dinas Kesehatan Kabupaten Parigi Moutong.
3. Dinas Perhubungan Kabupaten Parigi Moutong.
4. Dinas Pendapatan Kabupaten Parigi Moutong.
5. Dinas Pendidikan dan Pengajaran Kabupaten Parigi Moutong.
6. Dinas Pariwisata dan Seni Budaya Kabupaten Parigi Moutong.
7. Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Penanaman Modal Kabupaten Parigi Moutong.
8. Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Parigi Moutong.
9. Dinas Pertanian,Peternakan dan Ketahanan Pangan Kabupaten Parigi Moutong
10. Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Parigi Moutong
11. Dinas Perkebunan dan Kelautan Kabupaten Parigi Moutong
12. Dinas Perikanan dan Kelautan Parigi Moutong
13. Dinas Pengelolaan dan Lingkunan Hidup Kabupaten Parigi Moutong
14. Dinas Pemberdayaan Masyarakat Kabupaten Parigi Moutong
15. Badan Pengawas Daerah Kabupaten Parigi Moutong.
16. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Parigi Moutong.
17. Badan Pendidikan dan Pelatihan, Penelitian dan Pengembangan Daerah Kabupaten Parigi Moutong.
18. Badan Kependudukan, Catatan Sipil dan Keluarga Berencana Daerah Kabupaten Parigi Moutong.Badan Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat Daerah Kabupaten Parigi Moutong.
19. Badan Rumah Sakit Daerah Kabupaten Parigi Moutong.
20. Kantor Perpustakaan, Kearsipan dan Dokumentasi
Kabupaten Banggai
1. Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olah Raga;
2. Dinas Kesehatan;
3. Dinas Sosial;
4. Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi;
5. Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika;
6. Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil;
7. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata;
8. Dinas Bina Marga dan Pengairan;
9. Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang;
10. Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah;
11. Dinas Perindustrian dan Perdagangan;
12. Dinas Pertanian;
13. Dinas Kelautan dan Perikanan;
14. Dinas Kehutanan;
15. Dinas Pertambangan dan Energi;
16. Dinas Perkebunan;
17. Inspektorat;
18. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah;
19. Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa;
20. Badan Kepegawaian Daerah;
21. Badan Pendidikan, Pelatihan, Penelitian dan Pengembangan;
22. Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup;
23. Badan Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan Masyarakat;
24. Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana;
25. Kantor Perpustakaan, Arsipan dan Dokumentasi;
26. Kantor Satuan Polisi Pamong Praja.
Kabupaten Poso
1. Dinas Pendidikan Kabupaten Poso;
2. Dinas Kesehatan Kabupaten Poso;
3. Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Poso;
4. Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Kabupaten Poso;
5. Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Poso;
6. Dinas Pemuda, Olah Raga, Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Poso;
7. Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Poso;
8. Dinas Perumahan dan Kebersihan Kota Kabupaten Poso;
9. Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah Kabupaten Poso;
10. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Poso;
11. Dinas Pertanian Kabupaten Poso;
12. Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Poso;
13. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Poso;
14. Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Poso;
15. Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Kabupaten Poso; dan
16. Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten
17. Inspektorat Kabupaten Poso;
18. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Poso;
19. Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Poso;
20. Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Poso;
21. Badan Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan Masyarakat Kabupaten Poso;
22. Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa Kabupaten Poso;
23. Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kabupaten Poso;
24. Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Poso;
25. Kantor Perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi Kabupaten Poso;
26. Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Poso; dan
27. Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Poso
Kabupaten Toli Toli
Inspektorat;
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah;
Badan Kepegawaian Daerah;
Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa;
Badan Kesatuan Bangsa, Politik, dan Perlindungan Masyarakat;
Badan Pelaksana Penyuluhan dan Ketahanan Pangan;
Badan Lingkungan Hidup;
Badan Pendidikan, Pelatihan, Penelitian dan Pengembangan
Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana;
Badan Penanaman Modal Daerah;
Rumah Sakit Umum Daerah Mokopido;
Kantor Perpustakaan, Kearsipan dan Dokumentasi;
Satuan Polisi Pamong Praja.
Kabupaten Sigi
1. Dinas Pendidikan, Kebudayaan, Pemuda dan Olahraga;
2. Dinas Pekerjaan Umum, Pertambangan dan Energi;
3. Dinas Pertanian dan Kehutanan;
4. Dinas Kesehatan;
5. Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah;
6. Dinas Perhubungan, Pariwisata, Komunikasi dan Informatika;
7. Dinas Kependudukan, Catatan Sipil, Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi;
8. Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah;
9. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah;
10. Inspektorat Daerah;
11. Badan Pemberdayaan Masyarakat, Pemberdayaan Perempuan, Keluarga Berencana dan Pemerintahan Desa;
12. Kantor Lingkungan Hidup;
13. Kantor Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan Masyarakat;
14. Satuan Polisi Pamong Praja;
15. Bagian Tata Pemerintahan;
16. Bagian Kesejahteraan Sosial;
17. Bagian Perekonomian dan Pembangunan;
18. Bagian Hukum dan Organisasi;
19. Bagian Hubungan Masyarakat dan Protokol;
20. Bagian Kepegawaian;
Bagian Perlengkapan dan Umum
Langganan:
Postingan (Atom)