Senin, 07 Februari 2011

IMPLIKASI KEBIJAKAN OTONOMI DAERAH TERHADAP HUBUNGAN PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH

Oleh: Eko Supeno

KENDALA-KENDALA

Meskipun desentralisisai memiliki tujuan dan manfaat yang besar dalam membangun demokrasi, partisipasi, perencanaan pembangunan yang lebih realisitis, pemerintahan yang akuntabel, dan meningkatkan partisipasi masyarakat, dalam pelaksanaannya memiliki beberapa kendala, diantaranya adalah:
 
q       Kebanyakan pada negara-negara sedang berkembang, karena memiliki kemampuan terbatas maka mereka sering terjepit dalam simpang jalan antara sentralisistis untuk kepentingan pengukuhan kebangsaan (nation building) dengan desentralistis sebagai dukungan dan kontrol lokal dalam penyelenggaraan pembangunan.

q       Dalam prakteknya, negara-negara sedang berkembang, seringkali ada bias yang menonjol dan meluas yang nyata-nyata mengukuhkan peran dominan pemerintah pusat/sentral dibanding lokal. Bias sentral ini didasarkan pada tiga faktor yaitu: (White dan Bryant)
1.      Faktor struktural, pemerintah pusat masih menggenggam sebagain besar kekuasaan formal;
2.      Faktor politik, masalah pembangunan suatu bangsa dan mengoptimalkan sumber-sumber daya langka telah memperkuat kekuasaan dan visibilitas pemerintah pusat; misalnya: kebinekaan etnik seringkali menimbulkan ketegangan, SDM yang terbatas, politik birokratik.
3.      Faktor legitimasi, masyarakat memberi legitimasi yang lebih besar pada pemerintah pusat dibanding pemerintah di tingkat lokal. Hal ini disebabkan karena sejarah kolonialisme yang meninggalkan semangat nasionalisme dibanding semangat kedaerahan yang seringkali dituduhkan sebagai faktor pemecah belah persatuan dan kesatuan.

q       Dalam kasus di Indonesia,  implementasi otonomi masih terdapat beberapa kesalah pahaman   yaitu:
q       Otonomi selalu dikaitkan dengan uang. Daerah seakan tidak berdaya jika tidak memiliki sumber-sumber keuangan yang besar dalam membiayai kebutuhan daerah. Kondisi ini merupakan gambaran keterbatasan sistem informasi keuangan. Sistem informasi dan manejemen lainnya dalam pemerintahan cenderung terfokus pada ketersediaan dan penggunaan input dan bukan pada biaya untuk menghasilkan output dan pelayanan. Tidak terdapat analisis dan standar baku trerhadap biaya pemberian pelayanan pada level daerah. Ini akan menyulitkan pemerintah otonomi untuk mengetahui berapa sumber keuangan yang dibutuhkan untuk desentralisasi, baik itu dalam bentuk pendapatan lokal ataupun transfer antar pemerintah.
q       Ketidak siapan daerah dalam mendapatkan perluasan urusan karena kurangnya pengalaman dan kapasitas organisasi. Pemerintah pusat dan daerah kurang memiliki pengalaman dan pengetahuan di dalam memenej, merencanakan dan melaksanakan pelayanan yang terdesentralisasi. Terjadi kebingunan di dalam emembedakan antara tanggung jawab, wewenang peran pemerintah daerah dengan pusat. Juga masih ada kecenderungan utnuk menunggu persetujuan atau instruksi darai atasan, walaupun fakta memperlihatkan bahwa hubungan hirarki antara leve-level pemerintah telah dihapus oleh undang-undang.
q       Pusat melepaskan diri dari tanggung jawabnya untuk membantu dan membina daerah
q       Daerah merasa dapat melakukan apa saja tanpa memperhatikan potensi dan kemampuan yang dimilikinya
q       Munculnya raja-raja kecil di daerah dan memindahkan korupsi di daerah.
q       Desentralisasi mungkin tidak mengarah untuk meningkatkan partisipasi. Salah satu prinsip utama undang-undang tentang otonomi daerah adalah meningkatkan kesempatan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan melalui administrasi pemerintah daerah yang lebih responsif. Namun dalam prakteknya, kebiajakn-kebjakan diambil oleh KDH atau DPRD seringkali mengabaikan kepentingan masyarakat kecuali hanya untuk kepentingan politik atau kelompok mereka. Disamping itu masih banyak kebijakan-kebijakan yang masih bersifat ‘top-down’.  Konsekuensi dari kondisi seperti ini, secara tidak langsung akan membangun persepsi masyaraklat bahwa desentrasasi atau otonomi daerah hanya pada tataran politis bukan pada implementasi. Selanjutnya, anggota masyarakat dapat saja merasa enggan menggunakan hak dan kewajibannya untuk berpartisipasi dalam proses politik, seperti; PILKADA, proses pembangunan mulai dari perencanaan hingga pelaksanaan dan monevnya, mungkin mereka tidak tahu atau tidak adar, ataupun karena mereka tidak percaya terhadap sistem yang akan memperjuangkan kebutuhannya, 

Bahan bacaan:
1.       C. Bryant & L.G. White, Manajemen Pembangunan untuk Negara Sedang Berkembang, Jakarta: LP3ES, 1990
2.       Kartiko Purnomo, Administrasi Pemerintahan Daerah II, Jakarta: Modul UT, 1995
3.       Josef Riwu Kaho, Prospek Otonomi Daerah di Negara RI,  Jakarta: Raja Grafino Persada, 2001
4.       Sarundajang, Pemerintahan Daerah di Berbagai Negara, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2001
5.       Analiis CSIS, Otonomi Daerah Penyelesaian atau Masalah, No. 1 tahun XXIX/2000
6.       Syaukani, Afan Gafar, dan Ryas Rasyid, Otonomi Daerah Dalam Negara Kesatuan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar: 2002

Peraturan Perundangan
7.       UU No. 5/1974, UU No. 22/1999, dan UU No. 25/1999
8.      PP No. 25/2000, PP No. 84/2000, PP No. 104/2000, PP No. 105/2000, PP No. 106/2000, PP No. 107/2000 dan PP No. 108/2000

PROSPEK OTONOMI DAERAH

Oleh; E.Supeno

q       Pelaksanaan otonomi daerah  diwarnai dengan eksperimen atau coba-coba. Hal ini akan mendorong timbulnya ketidak pastian dan kemungkinan terjadinya kesalahan yang semakin tinggi.
q       Dinamika pelaksanaan otonomi daerah cenderung menunjukkan gelombang yang bergejolak besar yang ditandai dengan berbagai persolan dan tuntuntan beberapa daerah yang ingin memisahkan direi dengan pemerintah pusat.
q       Ketidak pastian dalam pencapaian tujuan otonomi daerah akan menimbulkan kekecewaan oleh banyak pihak, baik itu pemerintah pusat, pemerintah daerah, maupun masyarakat sendiri.
q       Tanpa adanya dukungan kebijakan yang konsisten pelaksanaan otonomi akan berjalan tanpa arah dan semakin memperbesar gejolak di daerah.

Persoalan otonomi daerah

10 hal kesalahkaprahan pelaksanaan otonomi daerah
menurut Teguh Yuwono

1.      Konsep otonomi daerah yang lebih menonjolkan pada transfer of politycal power dibanding dengan a transfer of management from the central to local gonernmeny atau desentralisasi kewenangan mmanejemen pemerintahan.
2.      Tidak berfungsinya fungsi-fungsi dan organ-organ pemerintah pusat di daerah seperti Gubunur sebagai aparat pusat yang berfungsi sebagai koordinator penyelenggaraan pembangunan di daerah.
3.      Pendelegasian atau penyerahan wewenang dari pemerintah pusat kepada daerah lebih diartikan sebagai bentuk penyerahan secara total bukan sebgai bagi-bagi kewenangan dalam melayani masyarakat. 
4.      Struktur organisasi di daerah yang tidak mengedepankan konsep struktur organisasi yang efektif dan effisien atau yang sesuai dengan kebutuhan riil, potensi, dan sumber daya yang ada.
5.      Munculnya arogansi daerah dengan yang ditandai dengan semangat kedaerahan yang tinggi.
6.      Munculnya semangat kedaerahan yang ditandai dengan konsep pimpinan puncak daerah haruslah berasal dari putra daerah. Konsep ini sebgai pertanda semangat nasionalisme yang semakin luntur.
7.      Kedudukan DPRD yang seharusnya sejajar dengan pemerintah daerah (UU No. 22/1999) dalam prakteknya mereka lebih superior dibanding dengan pemerintah daerah.
8.      Pelaksanaan pembangunan daerah relatif macet atau tersendat akrena dana bantuan yang berasal dari pemerintah pusat (Inpres Bangdes) sudah tidak ada lagi karena SDO berganti menjadi DAU yang khusus diperuntukan untuk gaji pegawai.
9.      Alokasi dana pembangunan daerah ada kecenderungan jauh lebih kecil dibanding dengan dana atau anggaran belanja rutin.
10. Kebijakan yang mengatur tentang pelaksanaan otonomi daerah cenderung terlambat dan inkonsesistensi seperti antara UU No. 22/1999 dengan PP 108/2000.

Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan otonomi daerah

(Josep Riwu Kaho, Prospek Otonomi daerah di RI, Jakarta: Rajawali Pers, 2001)

1.      Faktor manusia pelaksana;
q       Kepala daerah
q       Dewan perwakilan rakyat daerah
q       Kemampuan aparatur pemerinta daerah
q       Adanya partisipasi masyarakat

2.      Faktor keuangan daerah;
q       Pajak daerah
q       Retribusi daerah
q       Perusahaan daerah
q       Usaha-usaha daerah lainnya

3.      Faktor sarana dan prasarana pendukung
q       Insfra struktur pemerintahan
q       Peralatan penunjang

4.      Faktor orgnaisasi dan Manajemen
q       Organisasi pemerintahan yang efektif dan efisien dan sesuai dengan kebutuhan dan potensi yang ada
q       Manejemen pngelolaan pemerintahan yang efektif dan efisien

PENGELOLAAN DAN PERTANGGUNG JAWABAN KEUANGAN DAERAH


Azas umum penatausahaan keuangan daerah
q       Penerimaan/pengeluaran dianggarkan dalam APBD dan dilakukan melalui rekening kas daerah;
q       Pengeluaran atas beban APBD diterbitkan SKO;
q       Pengeluaran tidak dapat dibebankan pada APBD bila tidak tersedia atau tidak cukup anggarannya;
q       Pengeluaran dalam APBD tidak boleh menyimpang dari yang ditetapkan;
q       Deposito dapat dilakukan sepanjang tidak mengganggu likuiditas kas daerah; dan
q       Penghapusan tagihan atau penyelesaian masalah perdata.

Peraturan Perundangan Yang Diamanatkan Oleh UU 33/2004 tentang Keuangan Daerah

  1. PP tentang penyusunan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pengawasan, dan pertanggungjawaban (Pasal 194);
  2. PP tentang standar akuntansi pemerintahan (Pasal 184);
  3. PP tentang Pengaturan Dana Cadangan (Pasal 172 ayat 2);
  4. PP tentang Pinjaman dan Obligasi Daerah (Pasal 171);
  5. PP tentang Belanja KDH dan WKDH (Pasal 168 ayat 1);
  6. PP tentang Belanja Pimpinan dan Anggota DPRD (Pasal 168 ayat 2);
  7. PP tentang Tata cara Pengajuan, Evaluasi dan Pengalokasian dana darurat (Pasal 166 ayat 2);
  8. PP tentang DAK (Pasal 162);
  9. PP tentang Pelaksanaan Dana Bagi Hasil (Pasal 160);
  10. PP tentang Tata Cara Pengelolaan dan Penggunaan Dana Darurat (Pasal 165 ayat 3);
  11. KEPRES tentang Keadaan Tertentu Yang Dikategorikan Berhak Mendapat Dana Darurat (Pasal 165);
  12. PERMENDAGRI tentang Penetapan Daerah Penghasil SDA (Pasal 160 ayat 4;
  13. PERMENDAGRI tentang Pedoman Penggunaan, Supervisi, Monitoring dan Evaluasi Atas Dana Perimbangan (Pasal 163).

Implikasi atau Prasyarat Perubahan Paradigma Pengelolaan Keuangan Daerah
q       Kelembagaan;
q       Sumber Daya Manusia;
q       Regulasi dan Instrumen Kerja;
q       Intensitas Pembinaan;
q       Koordinasi;
q       Kejelasan Pada Masa Transisi.

MEKANISME PENYUSUNAN, PERUBAHAN, DAN PERTANGGUNGJAWABAN PELAKSANAAN SERTA EVALUASINYA
(Pasal 179 S/D 191)

  1. Mekanisme penyusunan mulai dari Kebijakan Umum, Prioritas dan Plafon Anggaran, RKA, RAPBD, APBD (Pasal 180, 181,182)
  2. Prinsip perubahan APBD terkait dengan alasan dan waktunya (Pasal 183 ayat 1,2, dan 3)
  3. Prinsip pertanggungjawaban terkait dengan waktu, cakupan laporan, dan standar pelaporan (Pasal 184 ayat 1,2, dan 3);
  4. Mekanisme evaluasi APBD baik untuk provinsi maupun kabupaten dan kota serta pengaturan bilamana RAPERDA APBD tidak disetujui DPRD (Pasal 185 s/d 191)

SUMBER-SUMBER KEUANGAN DAERAH (UU 33/2004)

Oleh: Eko Supeno

Landasan Filosofi
  1. Spirit Desentralisasi, secara ekonomi menekankan pada upaya efisiensi dan efektivitas pengelolaan Sumber Daya Daerah untuk meningkatkan pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat di daerah;
  2. Spirit Good Governance yang mengedepankan perlunya transparansi, akuntabilitas, dan mendekatkan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan.
  3. Spirit UU Pemerintahan Daerah membawa konsekuensi pada penyerahan urusan dan pendanaan (money follows function);

Landasan Teknis

  1. Realitas dinamika yang berkembang khususnya yang terkait dengan merebaknya permasalahan pengelolaan APBD, pembiayaan dan terbatasnya sumber pendanaan;
  2. Perlunya penyelarasan dengan paket UU Keuangan Negara, yaitu UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara, UU No. 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara, UU No. 15/2004 tentang Pemeriksaan dan Tanggungjawab KN serta UU No. 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional;
  3. Lemahnya muatan dan materi teknis dari produk pengaturan yang tersedia (a.l. PP 105/2000, Kepmendagri 29/2002).

Tujuan Perubahan
  1. Realitas dinamika yang berkembang khususnya yang terkait dengan merebaknya permasalahan pengelolaan APBD, pembiayaan dan terbatasnya sumber pendanaan;
  2. Perlunya penyelarasan dengan paket UU Keuangan Negara, yaitu UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara, UU No. 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara, UU No. 15/2004 tentang Pemeriksaan dan Tanggungjawab KN serta UU No. 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional;
  3. Lemahnya muatan dan materi teknis dari produk pengaturan yang tersedia (a.l. PP 105/2000, Kepmendagri 29/2002).

Prinsip Pengaturan Keangan Daerah dalam Sistem Pemerintahan Daerah
  1. Bahwa adanya UU Pemerintahan Daerah membawa konsekuensi pada penyerahan urusan dan pendanaan (money follows function);
  2. Akibat adanya penyerahan urusan dan pendanaan diperlukan kerangka hubungan keuangan pusat dan daerah yang direfleksikan dalam hak dan kewajiban di bidang keuangan daerah;
  3. Hak daerah dibidang keuangan meliputi :
    1. Menetapkan pajak dan retribusi daerah (UU  pasal 158 ayat (1) UU Pemda);
    2. Memperoleh dana perimbangan (UU  pasal 163 ayat  (2) UU Pemda);
    3. Memperoleh pinjaman (PP pasal 171 ayat (1) UU Pemda);
  4. Kewajiban daerah dibidang keuangan meliputi:
    1. Mengelola hak-haknya secara efisien dan efektif (Pasal 155 s/d 194 UU Pemda);
    2. Sinkronisasi dengan kebijakan nasional (Pasal 150 ayat (1) dan (3) UU Pemda);
    3. Melaporkan dan mempertanggungjawabkan (Pasal 184 dan Pasal 194 UU Pemda).

Pokok-Pokok Perubahan
  1. Keterkaitan dokumen perencanaan dlm mekanisme penganggaran  
  2. Penegasan KDH sebagai pemegang kekuasaan PKD dan prinsip pelimpahan sebagian atau seluruhnya dengan pertimbangan perlunya  kejelasan peran yang memerintah, menguji, dan mengeluarkan atau menerima uang;
  3. Penegasan Struktur APBD yang terdiri dari Pendapatan, Belanja, dan Pembiayaan, termasuk adanya dana darurat serta peran pinjaman dan dana cadangan (Pasal 157 s/d 173). Pemda dlm hal ini juga dpt menerbitkan obligasi daerah (Pasal 169 ayat (2));
  4. Pemerintah dilarang melakukan pungutan diluar yang telah ditetapkan UU (Pasal 158 ayat (2));
  5. Alokasi/usulan DAK dikoordinasikan oleh Gubernur (Pasal 162).
  1. Pemerintah Daerah dapat menerbitkan obligasi daerah (Pasal 169 ayat 2).
  2. Prinsip surplus dan defisit APBD termasuk peran pemerintah (MDN) dalam pengendalian defisit APBD (Pasal 174 dan 175).
  3. Pengaturan lebih detail terkait dengan APBD dan Evaluasinya (Pasal 179 s/d 194).
  4. Pengaturan tentang laporan keuangan (Pasal 184 ayat 1) dan pengaturan RAPERDA APBD yang tidak disetujui DPRD.
  5. Pemerintah mengevaluasi RAPERDA APBD yang telah dibahas oleh DPRD.
  6. Pemda menyampaikan RAPERDA tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD yang telah diperiksa BPK selambat-lambatnya 6 bulan setelah tahun anggaran berakhir (Pasal 184 ayat 1).
  7. Pedoman penggunaan, supervisi, monitoring, dan evaluasi atas Bagi Hasil, DAU, dan DAK diatur dalam Permendagri (Pasal 163 ayat 1).

Cakupan Materi Undang-undang
  1. Asas Umum (Pasal 155 dan 156);
  2. Struktur APBD (Paragraf kedua);
  3. Prinsip Pendapatan, Belanja, dan Pembiayaan (Pasal 157 s/d 176);
  4. Mekanisme penyusunan, perubahan, dan pertanggung-jawaban pelaksanaan, serta evaluasinya (Pasal 179 s/d 191);
  5. Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah (Pasal 192 dan 193);
  6. Peraturan Perundang-undangan Pokok yang diamanatkan UU ini.

Azas Umum
  1. Prinsip Pendanaan Urusan pemerintahan daerah dan urusan pemerintah daerah (Pasal 155);
  2. Pemegang keuangan dan prinsip pelimpahan kekuasaan pengelolaan daerah (Pasal 156).
Azas umum penatausahaan keuangan daerah
*      Penerimaan/pengeluaran dianggarkan dalam APBD dan dilakukan melalui rekening kas daerah;
*      Pengeluaran atas beban APBD diterbitkan SKO;
*      Pengeluaran tidak dapat dibebankan pada APBD bila tidak tersedia atau tidak cukup anggarannya;
*      Pengeluaran dalam APBD tidak boleh menyimpang dari yang ditetapkan;
*      Deposito dapat dilakukan sepanjang tidak mengganggu likuiditas kas daerah; dan
*      Penghapusan tagihan atau penyelesaian masalah perdata.

Azas-azas Pengelolaan Keuangan Daerah
  1. Keuda dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan dan bertanggungjawab dengan memperhatikan aspek keadilan, kepatutan dan manfaat untuk masyarakat (UU  33/04 pasal 66 ayat 1).
  2. Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah didanai dari dan atas beban APBD, sedangkan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah didanai dari dan atas beban APBN (UU 32/04 pasal 155 ayat 1 & 2).
  3. Semua penerimaan dan pengeluaran daerah dalam tahun anggaran ybs harus dimasukan dalam APBD (UU 33/04 pasal 66 ayat 4).
  4. APBD, perubahan APBD dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD setiap tahun ditetapkan dengan Perda (UU 33/04 pasal 66 ayat 2).
  5. PERDA tentang APBD merupakan dasar bagi Pemda untuk melakukan penerimaan dan pengeluaran daerah (UU 33/04 pasal 67 ayat 1).
  6. Setiap pejabat dilarang melakukan tindakan yang berakibat pada pengeluaran atas beban APBD jika anggaran untuk mendanai kegiatan tersebut tidak ada atau tidak tersedia (UU 33/04 pasal 67 ayat 2).
STRUKTUR APBD
Terdiri atas:
  1. Pendapatan;
  2. Belanja;
  3. Pembiayaan.
PENDAPATAN
Pendapatan Daerah terdiri atas :
  • PAD
  • Dana Perimbangan
  • Lain-lain pendapatan daerah yang sah

PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD)
  1. PAD mencakup : Pajak, Retribusi, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan, Lain-lain PAD yang sah;
  2. Pajak dan Retribusi Daerah ditetapkan dengan UU;
  3. Daerah dilarang melakukan pungutan atau sebutan lain diluar yang ditetapkan UU.
  4. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain kekayaan daerah yang sah.

DANA PERIMBANGAN
  1. Dana Perimbangan mencakup : Dana Bagi Hasil (Pajak dan Sumber Daya Alam), DAU, dan DAK;
  2. Penetapan daerah penghasil sumber daya alam oleh MDN berdasarkan pertimbangan dari menteri teknis terkait;
  3. Dasar perhitungan bagian daerah dari Daerah penghasil SDA ditetapkan oleh Menteri Teknis setelah memperoleh pertimbangan MDN;
  4. Formula dan penghitungan DAU ditetapkan sesuai UU;
  5. Ketentuan mengenai DAK diatur dengan PP;
  6. Pedoman penggunaan, supervisi, monitoring, dan evaluasi dana perimbangan diatur dalam Peraturan MDN.

LAIN-LAIN PENDAATAN DAERAH YANG SAH
  1. Lain Pendapatan Daerah Yang Sah mencakup hibah (barang atau uang dan/atau jasa), dana darurat, dan lain-lain pendapatan yang ditetapkan pemerintah;
  2. Dana darurat diberikan pada daerah yg digolongkan mengalami keadaan tertentu (ditetapkan oleh peraturan Presiden) dan krisis keuangan;
  3. Tata cara pengajuan, evaluasi, dan pengalokasian dana darurat diatur dalam PP (Pasal 166 ayat 2).

BELANJA
  1. Prioritas belanja daerah terkait dengan peningkatan pelayanan dasar,pendidikan, kesehatan, fasos dan fasum yang layak, serta jaminan sosial (pasal 167 ayat 1 dan 2 terkait dengan pasal 22);
  2. Belanja KDH, Wakil KDH dan belanja pimpinan dan anggota DPRD berpedoman pada PP (psl 168 ayat 1 dan 2).
LAIN-LAIN
  1. Daerah dapat memberikan insentif atau kemudahan kepada masyarakat/swasta/investor dalam meningkatkan perekonomian daerah sesuai peraturan perundang-undangan (Pasal 176);
  2. Daerah dapat membentuk BUMD yang ditetapkan dengan Perda dan berpedoman pada peraturan perundang-undangan (Pasal 177);
  3. Pengaturan pengelolaan barang daerah baik pengadaan maupun penghapusan berpedoman pada peraturan perundang-undangan (Pasal 178 ayat 1,2,3, dan 4)

PROSES PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN KEPALA DAERAH


Oleh: Eko Supeno

PROSES PENGANGKATAN KDH
Berikut ini tahapan2 pemilihan kepala derah
Tahap Persiapan
  1. Pemberitahuan DPRD kepada KDH mengenai berakhirnya masa jabatan KDH
  2. Pemberitahuan DPRD kepada KPUD mengenai berakhirnya masa jabatan KDH.
  3. Perencanaan penyelenggaraan meliputi penetapan tata cara dan jadwal tahapan Pilkada.
  4. Pembentukan panitia pengawas, PPK, PPS & KPPS
  5. Pemberitahuan dan Pendaftaran Pemantau oleh KPUD

Tahap Pelaksanaan
  1. Penetapan daftar pemilih, hari ke-37 s/d 67  (30 hari)
  2. Pendaftaran & Penetapan Calon meliputi: (i) Pendaftaran; (ii) Penelitian; (iii) Melengkapi Syarat; (iv) Penelitian Ulang; (v) Pengumuman Pasangan masing-masing 7 hari  
  3. Persiapan pelaksanaan kampanye                             
  4. Kampanye                                                            
  5. Persiapan Pelaksanaan Pemungutan Suara      
  6. Pemungutan Suara                                              
  7. Penghitungan Suara                                             
  8. Penetapan Pasangan Calon Terpilih                  
  9. Pengusulan Pasangan Calon Terpilih                
  10. Pengesahan                                                        
  11. Pelantikan                                                             
Kemungkinan Ada Masalah/Sengketa  

Materi 7 KEDUDUKAN, TUGAS WEWENANG DPRD

Oleh: Eko Supeno


DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

Menurut UU No 22 tahun 1999

DPRD adalah;


q       Wahana dalam pelaksanaan demokrasi
q       Mempunyai kedudukan sejajar dan mitra bagi pemerintah daerah

DPRD mempunyai hak;
q       Meminta pertanggung jawaban kepala daerh
q       Meminta keterangan pada pemerintah daerah
q       Mengadakan penyelidikan
q       Mengadakan perubahan atas perancangan peraturan daerah
q       Mengajukan pernyataan pendapat
q       Mengajukan rancangan peraturan daerah
q       Menentukan angaran belanja DPRD

DPRD  mempunyai kewajiban;

q       Mempertahankan dan memelihara keutuhan NKRI
q       Mengamankan Pancasila dan UUD 1945, serta mentaati segala peraturan perundangan
q       Membina demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah
q       Meningkatkan kesejahteraan rakyat di daerah berdasarkan demokrasi ekonomi
q       Memperhatikan dan menyalurkan aspirasi, menerima keluhan dan pengaduhan masyarakat, serta memfasilitasi tindak lanjut penyelesaiannya.

KEWENANGAN PUSAT DAN DAERAH ERA REFORMASI

Oleh: Eko Supeno

Berikut ini pembangian kewenangan yang diatur dalam pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan UU No. 22/1999 dan peraturan pelaksanaannya PP No. 25/2000

Bidang Kewenangan Pemerintah, Propinsi, dan Daerah otonom menurut UU No. 22/1999

No
Pemerintah pusat (bidang tertentu lainnya)

Propinsi
Kota/kabupaten (11 kewenangan wajib)
1.
Pertanian
Pertanian
Pertanian
2.
Kelauatan
Kelautan

3.
Pertamabangan energi
Pertambangan dan energy

4.
Kehutanan dan perkebunan
Kehutan dan perkebunan

5.
Perindustrian dan perdagangan
Perindustrian dan perdagangan
Industri dan perdaganagn
6.
Perkoperasian
Perkoperasian
Koperasi
7.
Penanaman modal
Penanaman modal
Penanaman modal
8.
Kepariwisataan


9.
Ketenagakerjaan
Ketenaga kerjaan
Tenaga kerja
10.
Kesehatan
Kesehatan
Kesehatan
11.
Pendidikan dan kebudayaan
Pendidikan dan kebudayaan
Pendidikan dan kebudayaan
12.
Sosial
Sosial

13.
Penataan ruang
Penataan ruang

14.
Pertanahan

Pertanahan
15.
Permukiman
Permukiman

16.
Pekerjaan umum
Pekerjaan umum
Pekerjaan umum
17.
Perhubungan
Perhubungan
Perhubungan
18.
Lingkungan hidup
Lingkungan hidup
Lingkungan hidup
19.
Politik dalam negeri dan administrasi publik
Politik dalam negeri dan administrasi public

20.
Pengembanagn otonomi daerah
Pengembangan otonomi daerah

21.
Perimbangan keuangan
Perimbangan keuangan

22.
Kependudukan


23.
Olah raga


24.
Hukum dan perundangan
Hukum dan perundangan

25.
penerangan



q       Propinsi disamping melaksanakan kewenangan dalam bidang pemerintahan yang bersifat lintas kabupaten/kota juga memiliki kewenangan dalam bidang tertentu lainnya serta kewenangan yang belum dapat dilaksanakan daerah kabupaten/kota. (pasal 9 UU. No. 22/1999).

q       Kabupaten/kota dimungkinan melaksanakan kewenangan bidang lainnya diluar 11 kewenangan wajib yang diatur dalam pasal 11 UU No. 22/1999 

KEWENANGAN MENURUT UU 32 TAHUN 2004  tentang  PEMERINAHAN DAEARAH

1.      Bagian yg paling sentral dan krusial dari setiap UU pemerintahan daerah di samping masalah perimbangan keuangan dan kerjasama antar daerah.
2.      Menggunakan istilah urusan pemerintahan bukan kewenangan (Pasal 18 ayat (5) UUD 1945).
3.      Pembagian urusan adalah  pembagian kerja antar susunan pemerintahan.
4.      Paradigma konflik ke paradigma kerjasama (terkait, tergantung dan sinergi, dalam satu sistem pemerintahan). Pemerintah yang bekerjasama (cooperative government) tidak membuat dikotomi antara exclusive powers dengan concurrent powers.
5.      Untuk pertama kali Indonesia menggunakan kriteria pembagian urusan, yaitu eksternalitas, akuntabilitas dan efisiensi. Sebenarnya ada 4 kriteria, ditambah dengan kriteria memperhatikan keserasian hubungan antar susunan pemerintahan (beri penjelasan).
6.      Dipertahankan mekanisme pengakuan urusan dalam Penjelasan Umum UU 32 Tahun 2004, bahkan ditambah dengan penyerahan.
7.      Dasar pembagian urusan pemerintahan tetap urusan yang telah menjadi urusan masing2 susunan pemerintahan yang ada saat ini (urusan existing) yang diatur berdasarkan UU 22 Tahun 1999, PP 25 /2000 serta Keppres 5/2001 dan Kepmendagri 130-67/2002.
8.      PP sebagai pengganti  PP 25/2000. Berbeda dengan PP 25 Tahun 2000, PP tersebut akan mengatur urusan pemerintah, provinsi dan kabupaten/kota. Sedangkan PP 25/2000 hanya mengatur kewenangan pemerintah dan provinsi sebagai daerah otonom
9.      Kewenangan daerah di wilayah laut pasal 18
10. Kewenangan absolute pemerintah dapat dilaksanakan sendiri, dekonsentrasi dan tugas pembantuan.
11. Kewenangan pertanahan.
12. Semua ketentuan PPU yg berkaitan secara langsung dengan daerah otonom, wajib mendasarkan dan menyesuaikan pengaturannya pada UU ini (Pasal 237).
13. Daerah Istimewa dan Otsus (DKI,NAD dan Papua) menggunakan ketentuan UU 32 Tahun 2004, kecuali diatur tersendiri dengan UU lain (Otsus).
14. Asas dekonsentrasi diadopsi dalam UU 32/2004

HAK  DAERAH

q       mengatur & mengurus  sendiri
q       memilih pimpipinan daerah
q       mengelola aparatur daerah
q       mengelola kekayaan daerah
q       memungut pjk. & retribusi daerah
q       mendapatkan bagi hasil
q       mendapatkan sumber pendt. lain yg syah

KEWAJIBAN DAERAH
q       melindungi masyarakat
q       menjaga persatuan, persatuan & kerukunan nasional, serta keutuhan nkri
q       meningkatkan kualitas kehidupan
q       mengemb. kehdp. demokr.
q       mewujudkan adil & merata
q       meningkt pelayanan dasar pendidikan
q       menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan
q       menyediakan fas pely. sarana & umum
q       mengemb. sistem jar. sosial
q       menyusun tata ruang drh
q       mengemb. sdp
q       melestarikan lh
q       mengelola adm. keppndk.
q       melestarikan nilai sosbub